Tambang Nikel Raja Ampat, KLHK Temukan Pelanggaran Serius

Kementerian ESDM menyebut tak ada masalah dalam tambang nikel di Raja Ampat. Pernyataan ini beda dengan KLHK. (Arsip Greenpeace). cnnindonesia.com

KaltimExpose.com, Jakarta –ÂKabar tambang nikel Raja Ampat kembali mencuri perhatian publik. Di tengah klaim Kementerian ESDM yang menyebut tidak ada masalah pada aktivitas tambang nikel Raja Ampat, justru Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkap pelanggaran serius terhadap lingkungan dan tata kelola pulau kecil. Sorotan ini mencuat usai serangkaian inspeksi dan laporan resmi dari dua instansi berbeda.

Dalam kunjungan langsung ke lokasi tambang nikel Raja Ampat, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyatakan kondisi lapangan tidak menunjukkan adanya gangguan signifikan terhadap ekosistem.

“Kita lihat juga dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi overall ini sebetulnya tambang ini gak ada masalah,” ujar Tri, dikutip dari website Kementerian ESDM, Sabtu (7/6).

Meski demikian, ia mengaku telah menurunkan tim Inspektur Tambang untuk memverifikasi kondisi lapangan secara menyeluruh di seluruh Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Tim ini bertugas mengevaluasi aktivitas tambang nikel Raja Ampat dan menyusun rekomendasi yang akan diberikan kepada Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia.

“Kalau secara overall, reklamasi di sini cukup bagus juga tapi nanti kita tetap reportnya dari Inspektur Tambang nanti seperti apa…” tegas Tri.

Di sisi lain, pihak PT Aneka Tambang (Antam) turut buka suara melalui Direktur Pengembangan Usaha, I Dewa Wirantaya, yang menegaskan bahwa anak usahanya, PT GAG Nikel, telah menjalankan kaidah pertambangan yang baik sesuai ketentuan.

“Seperti kita saksikan bersama, semua stakeholder bisa melihat di sini kita melakukan ketaatan reklamasi, penahan terhadap air limpahan tambang dan sebagainya…” jelas Dewa.

Namun pernyataan ini berbanding terbalik dengan hasil pengawasan KLHK. Dalam rilis resminya, KLHK mengungkap bahwa terdapat pelanggaran serius yang dilakukan empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, yakni PT GAG Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).

“Hasil pengawasan menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil,” ungkap KLHK.

Inspeksi yang dilakukan KLHK antara 26-31 Mei 2025 menemukan bahwa hanya PT GN, PT KSM, dan PT ASP yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Namun, pelanggaran tetap terjadi di lokasi masing-masing.

Sebagai contoh, PT ASP menjalankan aktivitas di Pulau Manuran tanpa sistem pengelolaan air limbah dan tanpa manajemen lingkungan. KLHK bahkan telah memasang plang penghentian operasi di lokasi tersebut.

Sementara itu, PT GAG Nikel diketahui beroperasi di Pulau Gag yang luasnya mencapai lebih dari 6.000 hektare, tergolong sebagai pulau kecil yang semestinya dilindungi berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan tengah mengevaluasi ulang izin lingkungan PT ASP dan PT GN. Bila terbukti melanggar hukum, izin keduanya akan dicabut.

“Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi. KLH/BPLH tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan,” tegas Menteri LHK, Hanif Faisol Nurofiq.

Selain itu, PT MRP ditemukan tak memiliki dokumen lingkungan maupun PPKH saat beroperasi di Pulau Batang Pele. Semua aktivitas perusahaan ini pun dihentikan.

Sementara itu, PT KSM membuka tambang di luar kawasan izin lingkungan dan PPKH seluas lima hektare di Pulau Kawe. Aktivitas ini menimbulkan sedimentasi di pesisir dan berpotensi memicu gugatan perdata.

Isu tambang nikel Raja Ampat juga memantik protes dari aktivis lingkungan. Dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta, Selasa (3/6), sejumlah aktivis Greenpeace Indonesia dan empat pemuda Papua menyuarakan penolakan atas tambang nikel Raja Ampat dengan membentangkan spanduk protes seperti “Nickel Mines Destroy Lives” dan “Save Raja Ampat from Nickel Mining”.

Kondisi ini menempatkan tambang nikel Raja Ampat dalam sorotan tajam. Apalagi, seperti yang diungkapkan Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, 97 persen wilayahnya adalah kawasan konservasi.

“Kami tidak bisa berbuat apa-apa karena kewenangan kami terbatas,” ujar Orideko, Sabtu (31/5), dikutip dari CNN Indonesia.

 

Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com.


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk Gabung Channel WhatsApp Kaltim Expose Whatsapp Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan