Skandal Korupsi Kuota Haji 2023-2024: Nilai Agama Terkikis, Publik Menunggu Tersangka

KaltimExpose.com, Jakarta – Kasus dugaan korupsi kuota haji 2023-2024 terus menjadi sorotan publik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa berbagai pihak, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas serta sejumlah agen travel haji yang diduga terlibat dalam pembagian kuota tambahan. Pencegahan bepergian ke luar negeri pun sudah diberlakukan, namun hingga kini masyarakat masih bertanya-tanya mengapa belum ada penetapan tersangka.
Dilansir dari Kompas.com, penyidikan kasus ini telah dimulai sejak 9 Agustus 2025. Namun, hingga 18 Agustus, status hukum para pihak yang diperiksa belum juga jelas. Kondisi ini memunculkan spekulasi adanya kompromi politik, lobi, bahkan dugaan kalkulasi elektoral jelang Pemilu 2029.
Celah Dugaan Korupsi
Kasus bermula dari kuota tambahan 20.000 jamaah haji yang diberikan pemerintah Arab Saudi. Berdasarkan aturan, seluruh tambahan kuota seharusnya diperuntukkan bagi haji reguler karena antrean yang panjang hingga puluhan tahun. Namun, Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, justru membagi rata: 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk haji khusus, sebagaimana tertuang dalam SK Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024.
Pembagian ini menyalahi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 yang mewajibkan 92 persen kuota untuk haji reguler dan hanya 8 persen bagi haji khusus. Seandainya aturan dipatuhi, maka seharusnya kuota reguler berjumlah 18.400 orang, sementara haji khusus hanya 1.600. Celah inilah yang disebut membuka peluang praktik korupsi.
KPK memperkirakan potensi kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun. Angka ini dinilai sangat fantastis untuk kasus di Kementerian Agama.
Kritik Publik dan Asas Praduga Tak Bersalah
Meski publik menaruh curiga terhadap lambannya proses penetapan tersangka, asas praduga tak bersalah tetap harus dikedepankan. Kasus ini harus diusut setransparan mungkin oleh KPK agar tidak menimbulkan kecurigaan lebih luas.
Namun, sejarah panjang kasus serupa membuat masyarakat skeptis. Pada 2006, mantan Menag Said Agil Husin Al Munawar divonis 5 tahun penjara karena korupsi haji, sementara pada 2014, Suryadharma Ali juga dihukum 6 tahun atas kasus yang sama.
Dampak Sosial dan Nilai Agama yang Terkikis
Korupsi kuota haji bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap nilai agama dan kemanusiaan. Praktik kotor ini telah merampas hak jamaah reguler yang menunggu puluhan tahun dan berpacu dengan usia.
Korupsi di Kementerian Agama dipandang sebagai bentuk matinya nurani kemanusiaan. Alih-alih menjaga amanah rakyat dan nilai religius, praktik ini justru menodai kepercayaan publik.
Tuntutan Perbaikan Sistemik
Kasus ini kembali menguji komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi. Publik menanti langkah tegas pemerintah, bukan sekadar jargon politik. Perbaikan tata kelola haji secara transparan dan akuntabel menjadi kebutuhan mendesak.
Selain itu, penguatan pengawasan publik, KPK, serta penerapan pendidikan antikorupsi dinilai penting untuk mencegah terulangnya kasus serupa. Tanpa reformasi sistemik, korupsi di Kementerian Agama dikhawatirkan akan terus berulang dan menggerus kepercayaan masyarakat.
Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk Gabung Channel WhatsApp Kaltim Expose Whatsapp Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.