Penolakan Kutim terhadap Klaim Wilayah Sidrap oleh Bontang

KaltimExpose.com, Sangatta – Kutim tolak Sidrap — itulah sikap resmi Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) dan DPRD pada 2021 saat menghadapi usulan Pemerintah Kota Bontang untuk mengubah batas wilayah di segmen Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan. Persisnya, usulan tersebut menyangkut pengalihan Dusun Sidrap seluas sekitar 164 hektare ke Kota Bontang. Namun, setelah kajian teknis dan administratif mendalam, Kutim dengan tegas menolak. Penolakan ini dituangkan dalam Nota Kesepakatan pada Sidang Paripurna DPRD Kutim, 5 Agustus 2021.
Bukti penolakan itu diperkuat dengan surat resmi bernomor 100/329/Pem-3 yang diteken langsung oleh Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman pada 16 September 2021. Surat tersebut dikirim kepada Gubernur Kalimantan Timur dan ditembuskan hingga ke Kementerian Dalam Negeri.
Langkah ini bukan tanpa dasar. Polemik bermula dari pertemuan antara Pemkab Kutim dan Pemkot Bontang di ruang kerja Gubernur Kaltim pada 3 Januari 2019. Kala itu, keduanya sepakat untuk melakukan penelusuran langsung di lapangan guna memverifikasi data batas wilayah. Peninjauan kemudian dilakukan oleh Tim Penegasan Batas Daerah (PBD) gabungan pada 26 Juni 2019. Hasilnya? Data peta tidak sinkron dengan kondisi di lapangan.
Salah satu contoh konkret adalah tiga titik koordinat yang seharusnya menunjukkan keberadaan Sungai Guntung sebagai batas alam, ternyata nihil. Di titik 50N X: 550809, Y: 09740, yang seharusnya dilewati sungai, tak tampak adanya aliran air ataupun percabangan yang signifikan.
Selain itu, delapan fasilitas umum di Dusun Sidrap seperti Masjid Muhajirin, TK Madani, Posyandu Taman Gizi, dan SD Sidrap, semuanya dibangun tanpa campur tangan dana dari APBD Kota Bontang. Hal ini bahkan dikonfirmasi langsung oleh pengurus setempat dan Tim PBD Bontang sendiri.
Tak berhenti di situ, Pemkab Kutim justru mengungkap adanya pelanggaran administratif oleh Pemkot Bontang, khususnya pembentukan enam Rukun Tetangga (RT 19 hingga RT 24) di kawasan Kelurahan Guntung, yang sejatinya masuk wilayah Kutim.
“Ini merupakan pelanggaran administrasi kewilayahan. RT-RT tersebut berada di wilayah Kutim, tetapi dibentuk oleh Pemkot Bontang. Ini bukan hal sepele,” tegas Trisno, Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setkab Kutim, dikutip dari Pro Kutim.
Trisno menambahkan, Pemkab Kutim juga mencurigai adanya manipulasi data kependudukan. Meski warga tinggal secara administratif di Kutim, sebagian dari mereka terdata sebagai penduduk Kota Bontang. Ini jelas bertentangan dengan regulasi, terutama Pasal 77 jo Pasal 94 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013.
“Ini bukan hanya soal klaim wilayah, tetapi menyangkut legalitas data dan pelayanan pemerintahan. Pelanggaran seperti ini bisa berdampak sistemik,” lanjutnya.
Meskipun memahami bahwa sebagian warga Dusun Sidrap mendambakan pelayanan sosial yang lebih baik, Trisno menekankan bahwa keinginan tersebut tetap harus tunduk pada prosedur dan hukum yang berlaku.
“Sebab, Pemkab Kutim justru sudah merespons dengan program pemekaran desa, perubahan status kawasan lewat program TORA, dan mendorong kerja sama pengembangan kawasan agar masyarakat tidak merasa terpinggirkan,” jelasnya.
Dari sisi legalitas, Kutim berpegangan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2005 yang telah menetapkan batas resmi antara Kota Bontang dan Kutim. Kajian teknis dari Tim PBD pun menyimpulkan bahwa tak ada alasan mendesak untuk melakukan perubahan batas.
Isi Nota Kesepakatan antara Pemkab dan DPRD sangat jelas: menolak usulan perubahan garis batas wilayah. Seluruh dokumen pendukung juga telah disampaikan kepada Gubernur Kaltim, dengan tembusan ke Kemendagri, Ketua DPRD Provinsi, Wali Kota Bontang, serta DPRD kedua daerah.
“Kita harus membangun pemerintahan berdasarkan aturan. Bukan pada klaim, bukan pada emosi, tapi pada hukum dan fakta,” tutup Trisno, dikutip dari Pro Kutim.
Persoalan batas Dusun Sidrap ini menjadi pengingat pentingnya penegasan wilayah dalam tata kelola pemerintahan daerah. Di tengah tuntutan layanan publik yang semakin tinggi, kejelasan administratif menjadi pondasi utama. Apalagi, Pemkab Kutim tengah menggencarkan berbagai program pembangunan hingga ke desa dan perbatasan, termasuk program Rp 250 juta per RT dan penyediaan kendaraan operasional bagi para Ketua RT.
Sumber Prokopim Kutim.
Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk Gabung Channel WhatsApp Kaltim Expose Whatsapp Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.