Pemerintah Pilih Terbitkan PP Akhiri Polemik Jabatan Sipil Polri, Ini Alasannya
KaltimExpose.com, Jakarta – Pemerintah memilih menerbitkan PP untuk mengakhiri polemik tentang jabatan sipil yang diisi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), langkah yang dinilai lebih cepat dan efektif untuk memberikan kepastian hukum pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemerintah Republik Indonesia memutuskan untuk menyusun peraturan pemerintah (PP) sebagai instrumen hukum utama dalam menyelesaikan kontroversi terkait penempatan anggota Polri aktif pada jabatan sipil di luar struktur kepolisian. Dilaporkan dari Media berbagai laporan media nasional, langkah ini dipilih oleh Presiden Prabowo Subianto dan jajaran pemerintah sebagai tanggapan atas polemik yang muncul setelah terbitnya Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
Keputusan pemerintah untuk menggunakan PP daripada merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian (UU Polri) memiliki pertimbangan utama efisiensi waktu. Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa penyusunan PP akan lebih cepat dibandingkan proses revisi undang-undang yang memerlukan pembahasan panjang di DPR.
Selain itu, PP diharapkan dapat memberikan kepastian hukum yang lebih jelas mengenai jabatan sipil mana saja yang boleh diisi oleh personel Polri dan yang tidak, sejalan dengan amanat UU Aparatur Sipil Negara (UU ASN) serta putusan Mahkamah Konstitusi. PP juga dirancang agar aturan tersebut bersifat komprehensif dan dapat mengatur detail-posisi yang relevan di kementerian ataupun lembaga negara.
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menilai publikasi PP menjadi solusi yang tepat untuk menghentikan kontroversi yang berkepanjangan akibat adanya celah hukum dalam peraturan sebelumnya. PP tersebut nantinya dapat mengatur ulang jumlah dan syarat jabatan sipil yang dapat diisi anggota Polri serta membatasi ruang lingkupnya, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan atau pelanggaran prinsip netralitas aparatur negara.
Polemik ini bermula ketika beberapa peraturan internal Polri memberi peluang bagi anggota aktif menduduki jabatan sipil, yang kemudian dipersoalkan karena bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa anggota Polri hanya boleh menduduki jabatan di luar struktur setelah pensiun atau mengundurkan diri dari dinas. PP disusun sebagai instrumen yang dapat merespons permasalahan tersebut secara cepat dan terstruktur demi menghindari hukum yang lebih luas.
Respons internal Polri terhadap langkah pemerintah juga positif. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan terima kasih kepada Presiden dan pemerintah karena penggunaan PP diharapkan dapat menyelesaikan kegundahan yang muncul di masyarakat terkait posisi polisi aktif di jabatan sipil. Ia menegaskan bahwa institusi Polri tetap menjunjung tinggi putusan Mahkamah Konstitusi dan siap mengikuti aturan baru yang akan diberlakukan melalui PP tersebut.
Pemerintah menargetkan agar PP ini rampung paling lambat Januari 2026 untuk memberikan kepastian hukum dan penerapan aturan yang jelas bagi penempatan anggota Polri pada jabatan sipil yang sesuai. Penerbitan PP juga dinilai sebagai langkah strategis yang dapat memperkuat legitimasi aturan dan menjaga marwah serta profesionalisme institusi kepolisian di tengah dinamika publik yang kompleks.(Allen)





