KaltimExpose.com, Jakarta –ÂKomisi IX DPR RI menyoroti keras dugaan pelanggaran ketenagakerjaan yang dilakukan sebuah perusahaan di Surabaya, mulai dari pemotongan gaji saat salat Jumat, penahanan ijazah, hingga pembayaran di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Praktik ini dinilai tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai hak asasi para pekerja.

Anggota Komisi IX DPR RI, Ashabul Kahfi, menyampaikan keprihatinannya atas temuan tersebut. Ia menyebut tindakan perusahaan itu sudah melewati batas dan tidak dapat dibenarkan secara hukum.

“Saya sangat prihatin atas temuan Wakil Menteri Ketenagakerjaan terkait perusahaan di Surabaya yang membayar pekerja di bawah Upah Minimum Regional (UMR), memotong gaji saat ibadah Jumat, dan menahan ijazah karyawan. Tindakan semacam ini jelas melanggar hukum dan tidak dapat ditoleransi,” kata Ashabul kepada wartawan, Sabtu (19/4/2025), dikutip dari pernyataan resminya.

Ashabul menegaskan pentingnya langkah tegas dari Kementerian Ketenagakerjaan terhadap perusahaan yang terbukti melanggar aturan. Ia menyebut penegakan hukum dan pengawasan yang konsisten adalah kunci dalam perlindungan hak-hak pekerja.

“Sebagai anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi ketenagakerjaan, saya menegaskan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan harus bertindak tegas terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan perundang-undangan,” ujarnya.

Ia juga mengutip pasal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa perusahaan yang membayar gaji di bawah UMR bisa dikenai sanksi pidana berupa hukuman penjara hingga 4 tahun dan denda maksimal Rp 400 juta. Tindakan menahan ijazah karyawan pun dikategorikan sebagai pelanggaran hukum yang tidak bisa dibiarkan.

Yang lebih memprihatinkan, lanjutnya, dugaan pemotongan gaji saat pekerja menjalankan ibadah salat Jumat merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak konstitusional warga negara.

“Terkait dengan pelarangan atau pembatasan waktu untuk melaksanakan ibadah Shalat Jumat, perlu saya tegaskan bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan hukum ketenagakerjaan,” ungkap Ashabul.

Ia mengingatkan bahwa Pasal 80 UU Ketenagakerjaan mewajibkan pengusaha memberikan waktu yang cukup bagi pekerja untuk beribadah, sejalan dengan Pasal 28E Ayat (1) UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama dan menjalankan ibadah.

Komisi IX DPR, tegas Ashabul, akan terus mengawal kasus ini dan mendorong peningkatan pengawasan dari Kementerian Ketenagakerjaan agar praktik serupa tidak kembali terjadi.

“Kami juga mengajak para pekerja untuk melaporkan pelanggaran yang mereka alami agar dapat segera ditindaklanjuti oleh pihak berwenang,” tambahnya.

Sementara itu, UD Sentoso Seal, sebuah perusahaan suku cadang mobil yang berlokasi di Margomulyo, Surabaya, menjadi pusat perhatian publik setelah DPRD Surabaya menggelar rapat dengar pendapat.

Ketua Komisi D DPRD Surabaya, Akmarawita Kadir, mengungkapkan bahwa perusahaan tersebut diduga telah melakukan pelanggaran berat terhadap pekerja, termasuk penahanan ijazah dan pemotongan gaji saat salat Jumat. Bahkan ada laporan soal dugaan penyekapan karyawan.

“Di samping ada penahanan ijazah juga ternyata ada metode kerja yang tidak sesuai. Kalau menurut saya sih ini juga soal perikemanusiaan, jadi seperti ada yang tadi disekap, salat Jumat dipotong gajinya, dan sebagainya,” kata Kadir saat rapat hearing.

Perusahaan yang bersangkutan hingga kini belum memberikan klarifikasi yang memadai dan terus mengelak dari tudingan.

 

Artikel ini telah tayang di detik.com.


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk, ikuti Saluran Whatsapp Kaltim Expose dan google news Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan