KaltimExpose.com –  Dolar Amerika Serikat (AS) terus merosot tajam hingga menyentuh level terendah sejak Juli 2023. Ketidakpastian yang dipicu oleh kebijakan Presiden Donald Trump membuat investor global kehilangan kepercayaan terhadap aset safe haven ini.

Mengutip data Refinitiv per Senin (14/4/2025), indeks dolar (DXY) tercatat di 99,939, atau terendah dalam hampir dua tahun. Angka ini mencerminkan pelemahan signifikan terhadap enam mata uang utama dunia seperti euro, yen, dan pound sterling.

Investor Kabur dari Aset Dolar
Penurunan tajam ini bukan sekadar fluktuasi biasa. Para analis melihat adanya “penjualan besar-besaran” terhadap dolar akibat kekhawatiran mendalam terhadap kondisi ekonomi dan arah kebijakan AS.

Menurut Lee Hardman, analis senior di MUFG, penurunan nilai dolar dipicu oleh ketakutan akan stagflasi, yakni kombinasi inflasi tinggi dan pertumbuhan rendah. “Langkah tarif yang agresif mendorong harga naik tapi memperlambat ekonomi. Ini mengikis kepercayaan investor terhadap stabilitas kebijakan AS,” katanya kepada Financial Times.

Ekonomi AS Terancam Melambat
Kepala Investasi UBS Global Wealth Management, Mark Haefele, memperkirakan kebijakan tarif Trump bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi AS ke bawah 1% sepanjang 2025.

Sinyal pelambatan ini diperkuat oleh data sentimen konsumen Universitas Michigan, yang jatuh ke angka 50,8, level terendah sejak Juni 2022. Tak hanya itu, ekspektasi inflasi melonjak ke titik tertinggi sejak 1981.

Jika kondisi ini berlanjut, The Federal Reserve kemungkinan akan memotong suku bunga lebih cepat, yang semakin menekan daya tarik dolar di mata investor global.

Trump Dinilai Inkonsekuen
Kebijakan tarif yang berubah-ubah juga menjadi sorotan. Trump sempat menjanjikan tarif resiprokal mulai 9 April, lalu menundanya selama 90 hari. Ia bahkan mengubah kebijakan tarif China dari 54% menjadi 145% dalam waktu singkat.

“Pendekatan ini membuat kredibilitas kebijakan AS dipertanyakan,” ujar George Saravelos, Kepala Strategi FX Deutsche Bank. “Investor melihat institusi AS tidak lagi solid seperti dulu.”

Sementara itu, Themos Fiotakis dari Barclays menilai kebijakan ekonomi AS saat ini berubah dari harapan akan stimulus fiskal menjadi serangan tarif besar-besaran terhadap banyak negara mitra dagang.

Euro Melonjak, Dolar Tertekan
Pelemahan dolar memberi ruang bagi mata uang lain menguat. Euro kini bertengger di US$1,1325, level tertinggi sejak November 2021. Ini menjadi sinyal kuat bahwa dominasi dolar dalam sistem keuangan global tengah mendapat tantangan serius.

Arah Dolar Masih Suram?
Dengan meningkatnya ketidakpastian dan tekanan dari dalam negeri, dolar AS tak lagi menjadi tempat aman di mata investor. Kebijakan yang tidak konsisten dan risiko stagflasi membuat banyak pihak mulai mempertimbangkan diversifikasi ke mata uang lain.

Apakah ini awal dari perubahan tatanan keuangan global? Atau hanya badai sesaat di tengah tahun politik AS?

 

Artikel ini telah tayang di cnbcindonesia.com.


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk, ikuti Saluran Whatsapp Kaltim Expose dan google news Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan