Kampung Kopi Luwak Kapak Prabu: Eduwisata Ramah Lingkungan yang Mengangkat Ekonomi Masyarakat Kaltim

KaltimExpose.com –�Tidak perlu jauh-jauh ke luar Kalimantan Timur (Kaltim) untuk menikmati wisata kopi. Kampung Kopi Luwak di Desa Prangat Baru, Marangkayu, Kutai Kartanegara, menawarkan perpaduan wisata edukatif dan pengalaman alam. Program ini adalah hasil kolaborasi antara PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) dengan kelompok petani kopi setempat yang berhasil mengembangkan desa ini menjadi kawasan eduwisata berbasis konservasi lingkungan dan satwa.
Program Kampung Kopi Luwak, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kapak Prabu, tidak hanya membawa perubahan dalam hal wisata, tetapi juga berdampak besar terhadap peningkatan ekonomi masyarakat Desa Prangat Baru. Melalui budidaya Kopi Liberika dan upaya konservasi satwa luwak, desa ini berhasil menarik wisatawan, baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Berdasarkan data, kunjungan wisatawan meningkat dari 591 pengunjung pada tahun 2022 menjadi 1.763 pengunjung di tahun 2023.
Rindoni, Ketua Kelompok Tani Kapak Prabu, menjelaskan bahwa program ini telah bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk memantau dampak peningkatan kunjungan wisata terhadap habitat satwa luwak liar. “Kegiatan monitoring harus dilakukan secara terpadu untuk menjaga keseimbangan antara wisata dan konservasi,” katanya.
Program Kapak Prabu sendiri bermula pada tahun 2020, ketika PHKT memberikan bantuan pupuk kompos hasil biogreening kepada kelompok petani kopi di desa tersebut. Kolaborasi ini terus berkembang hingga berhasil menciptakan budidaya Kopi Liberika dan Kopi Luwak yang pertama di Kalimantan Timur. Seiring waktu, potensi ini berkembang menjadi kampung ekowisata, didukung oleh terbentuknya empat kelompok sadar wisata (Pokdarwis) yang terdiri dari 152 penerima manfaat di Desa Prangat Baru.
Tidak hanya dari sektor pariwisata, program ini juga membawa perubahan positif bagi perekonomian masyarakat. Pendapatan rata-rata anggota kelompok tani meningkat dari Rp3.285.294 per bulan di tahun 2022 menjadi Rp4.788.323 per bulan di tahun 2023. Selain itu, penjualan Kopi Liberika mampu memberikan omzet sekitar Rp72 juta per tahun, dengan tambahan penghematan modal produksi sebesar Rp83 ribu per bulan dari penggunaan energi terbarukan, yaitu panel surya.
Produk kopi di desa ini memiliki empat varian unggulan, yaitu Liberika Honey, Luwak Liar Process, Wine, dan Natural Process. Rindoni menjelaskan, mereka tengah mengembangkan sistem pengolahan kopi komunal terpadu, guna menjaga mutu biji kopi dengan kualitas tinggi. “Sistem ini mengadopsi metode pencatatan dari bank sampah dan bertujuan memastikan proses pengolahan cherry dan green bean dilakukan di satu tempat, yaitu di rumah kopi Kampung Kopi Luwak Desa Prangat Baru,” ungkap Rindoni.
Selain mengembangkan potensi kopi, Program Kapak Prabu juga menerapkan teknologi ramah lingkungan dan konservasi satwa, terutama luwak, yang secara alami meningkatkan kualitas biji kopi. Kehadiran Ibu Kota Nusantara (IKN) juga memberikan peluang lebih besar bagi produk kopi luwak asal Kaltim untuk berkembang sebagai oleh-oleh khas Kalimantan Timur. “Dengan strategi branding dan pemasaran yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, produk kopi luwak dapat menembus pasar lebih luas,” jelas Rindoni.
Program ini juga diakui sebagai model kerja sama multi-pihak yang sukses. Menurut Dony Indrawan, Manager Communication Relations & CID PHI, kolaborasi antara perusahaan, masyarakat, pemerintah, dan akademisi menjadi kunci keberhasilan program. “Pengembangan kemandirian masyarakat melalui program CSR yang inovatif dan berkelanjutan adalah prioritas kami. Dengan memanfaatkan potensi lokal, kita bisa mencari solusi bersama atas tantangan yang dihadapi,” ungkap Dony.
Dony juga menjelaskan bahwa program ini telah berhasil mengubah persepsi masyarakat tentang satwa luwak. “Dulu, luwak dianggap sebagai hama. Namun kini, mereka dilihat sebagai mitra penting dalam ekosistem kopi. Luwak memakan biji kopi yang kemudian menjadi produk dengan nilai ekonomi tinggi, yaitu Kopi Luwak,” jelas Dony.
Dengan pendampingan intensif selama hampir lima tahun oleh PHKT, Program Kapak Prabu kini siap menuju tahap kemandirian. Menurut Rindoni, kolaborasi lebih lanjut dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah dan akademisi, akan sangat penting untuk mendukung keberlanjutan program. Pemerintah diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa gagasan dan bantuan teknis yang aplikatif, sementara kalangan akademisi dapat berperan dalam membina petani agar lebih profesional dan produktif.
Dengan semakin meningkatnya jumlah wisatawan dan pengembangan infrastruktur desa, Kampung Kopi Luwak Desa Prangat Baru kini menjadi destinasi wisata andalan di Kalimantan Timur. Program Kapak Prabu tidak hanya membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat, tetapi juga berperan penting dalam pelestarian lingkungan dan satwa, sekaligus memberikan edukasi bagi pengunjung mengenai pentingnya konservasi ekologi.
Artikel ini telah tayang di Balikpapan Pos.
Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk, ikuti Saluran Whatsapp Kaltim Expose dan google news Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.