KaltimExpose.com –Pemerintah menegaskan bahwa dana desa, koperasi desa, pinjaman bank, jaminan, dan Koperasi Merah Putih bukan menjadi jaminan utama dalam skema pembiayaan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdes). Hal ini ditegaskan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan atau Zulhas, dalam upayanya merespons kekhawatiran publik soal potensi penyalahgunaan dana desa dalam program tersebut.

Dilansir dari Detik Finance, Zulhas menjelaskan bahwa jaminan pinjaman dari Kopdes kepada bank-bank BUMN bukan berupa dana desa, melainkan dalam bentuk barang usaha yang diajukan. Misalnya, jika koperasi mengajukan pinjaman untuk bisnis gas LPG atau sembako, maka barang-barang itulah yang akan dijadikan jaminan.

“Dana desa tidak menjadi penjamin. Yang menjadi penjamin itu misalnya kalau (bentuk bisnis) gas, gasnya itu yang dijaminkan, kalau sembako ya sembakonya yang dijaminkan. Jadi, pinjaman itu yang dibelanjakan itulah yang menjadi jaminannya,” kata Zulhas dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Selasa (5/8/2025).

Dana Desa Jadi Opsi Terakhir Jika Terjadi Masalah

Zulhas menambahkan, keterlibatan dana desa dalam skema ini hanya akan digunakan sebagai jaminan terakhir apabila terjadi pelanggaran atau kerugian yang disebabkan oleh pengelola koperasi.

“Sementara dana desa itu kalau misalnya terjadi sesuatu akibat kesalahan, atau namanya pelanggaran ya, nah itu baru (digunakan) terakhir,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan istilah “intercept” dalam konteks ini, yang berarti dana desa akan dipakai mengganti dana jika pengelola koperasi menyalahgunakannya. “Dana desa itu istilahnya intercept, jadi kalau pengurusnya uangnya dipakai harus digantilah,” tambahnya.

Skema Penyaluran Langsung Barang, Bukan Uang Tunai

Senada dengan Zulhas, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto, juga menegaskan bahwa skema pinjaman Kopdes berbasis barang, bukan uang tunai. Dana yang diajukan tidak ditransfer ke koperasi, melainkan langsung disalurkan ke pihak penyedia barang.

“Misalkan dia pinjam Rp 100 juta buat LPG, nah 100 juta itu nggak masuk ke Kopdes, langsung ke Patra Niaga yang menyalurkan gas. Jadi, Kopdes tidak terima duit sebenarnya, tapi dia (Kopdes) akan terima barang, termasuk pupuk. Misalkan dia butuh (pinjaman) pupuk Rp 50 juta, Rp 50 juta tidak masuk ke Kopdes, langsung diberikan ke Pupuk Indonesia, nanti Kopdes menerima pupuknya,” jelas Yandri.

Dengan mekanisme ini, Yandri optimistis risiko kerugian bisa ditekan. “Sebenarnya Kopdes tidak terima duit langsung dari Bank Himbara, terima barang, kemudian mereka akan dapat untung dari situ. Inti pokoknya sebenarnya nggak mungkin rugi sebenarnya. Tapi kalau rugi, tentukan harus ada antisipasinya. Itu yang sedang kami usulkan dalam Permendesnya,” tambahnya.

Aturan Resmi dari Kemenkeu dan Jaminan Maksimal 30% dari Dana Desa

Regulasi terkait skema ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2025 yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 21 Juli 2025. Dalam aturan tersebut, tertulis bahwa dana desa bisa digunakan untuk menutup kekurangan angsuran pokok dan bunga pinjaman jika koperasi tidak mampu membayar tepat waktu.

“Penempatan dana untuk menutupi kekurangan angsuran pokok dan bunga/margin/bagi hasil Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari: a. Dana Desa untuk KDMP; atau b. DAU/DBH untuk KKMP,” tertulis dalam Pasal 11 ayat 2 peraturan tersebut.

Namun, penggunaan dana desa sebagai jaminan pun dibatasi. Yandri menjelaskan bahwa hanya maksimal 30% dari total dana desa yang dapat dijadikan jaminan. “Kami atur di Permendes jadi dana desa yang ada itu maksimal dia menjadi jaminan 30%. Misalnya dana desa itu Rp 500 juta, maka maksimal yang ditanggung oleh jaminan dana desa itu Rp 150 juta,” ungkapnya.

Sri Mulyani: Jaminan Dana Desa Demi Jaga Keseimbangan Risiko Bank

Menteri Keuangan Sri Mulyani turut memberikan penjelasan terkait alasan penggunaan dana desa sebagai jaminan. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kehati-hatian perbankan dan upaya membangun ekonomi desa.

“Kalau ternyata desanya ada yang sudah terampil, bagus, pasti kegiatan ekonominya akan sustainable. Tapi kalau desa belum banyak kapasitas, pasti bank-nya akan mengatakan nanti kalau macet seperti apa,” ujarnya dalam rapat dengan Komite IV DPD RI, Rabu (9/7/2025).

“Makanya kita mencoba mengkombinasikan untuk terus menjaga keseimbangan antara kehati-hatian bank untuk ikut membangun dalam perekonomian di desa, namun di sisi lain juga dari sisi menggunakan instrumen APBN sendiri yaitu menjadi semacam penjamin, dana desanya sebagai penjamin,” tambahnya.


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk Gabung Channel WhatsApp Kaltim Expose Whatsapp Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan