KaltimExpose.com, Samarinda –Dilansir dari Tribun Kaltim, Wali Kota Samarinda Andi Harun menginstruksikan penghentian sementara seluruh kegiatan pengadaan dan penjualan perlengkapan siswa oleh pihak sekolah maupun koperasi sekolah. Langkah ini diambil sebagai respons atas keluhan masyarakat mengenai mahalnya harga seragam dan atribut sekolah yang dinilai membebani orang tua.

“Saat ini saya sudah memberi arahan kepada Kadisdikbud, maka sejak saat ini semua sekolah di lingkungan Pemerintah Kota Samarinda dinyatakan memberhentikan sementara atau menyetop sementara semua kegiatan, baik pengadaan maupun penjualan perlengkapan siswa yang ada di sekolah-sekolah,” tegas Andi Harun saat rapat koordinasi di Balai Kota, Senin (22/7/2025).

Kebijakan penghentian ini mencakup segala bentuk aktivitas koperasi sekolah, termasuk penjualan seragam, atribut, buku kesehatan, hingga layanan tes psikologi yang selama ini dikeluhkan masyarakat sebagai beban tambahan.

Langkah tegas ini diambil setelah Wali Kota Andi Harun melakukan inspeksi mendadak ke salah satu sekolah usai menerima laporan dari para orang tua siswa.

Ia menegaskan bahwa keputusan ini bersifat sementara hingga Pemerintah Kota Samarinda menerbitkan regulasi resmi berupa surat edaran.

“Jadi semua kegiatan di koperasi ataupun di sekolah-sekolah itu dihentikan sementara waktu sampai terbitnya surat edaran baru,” ujarnya.

Surat edaran tersebut ditargetkan terbit paling lambat Jumat, 25 Juli 2025, dan akan menjadi dasar hukum serta pedoman teknis bagi sekolah-sekolah di bawah naungan Pemkot Samarinda.

Meski dihentikan sementara, Andi Harun menegaskan Pemkot tidak berniat menghapus keberadaan koperasi sekolah. Namun, koperasi nantinya hanya diperbolehkan menjadi alternatif, bukan satu-satunya jalur pengadaan perlengkapan siswa. Selain itu, akan ada aturan ketat mengenai batas harga maksimal yang boleh ditetapkan.

“Koperasi boleh menjual seragam sekolah, tapi tidak wajib ambil di koperasi. Harga seragam akan diseragamkan, dan koperasi hanya menjadi alternatif, bukan satu-satunya pilihan,” jelasnya.

Ke depan, koperasi sekolah juga dilarang memfasilitasi layanan yang berpotensi menimbulkan polemik, seperti penjualan buku kesehatan siswa dan tes psikologi.

Untuk meringankan beban orang tua, Pemkot berencana menanggung pengadaan buku kesehatan melalui APBD Perubahan setelah dilakukan inventarisasi kebutuhan riil.

Tes psikologi hanya akan diperbolehkan dalam kondisi khusus, misalnya bagi anak usia di bawah 6 tahun yang hendak masuk kelas 1 SD, dan biayanya menjadi tanggung jawab pribadi orang tua siswa.

“Buku kesehatan siswa tidak boleh lagi dijual, nanti langsung dibagi oleh pemerintah. Tes psikologi tidak wajib dan tidak dibebankan ke sekolah. Orang tua bebas mencari rekomendasi psikolog dari mana saja,” pungkas Andi Harun.

 

Artikel ini telah tayang di Tribunkaltim.co.


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk Gabung Channel WhatsApp Kaltim Expose Whatsapp Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan