Spanduk Raksasa di Jembatan Pulau Balang: Aktivis Greenpeace Soroti Dampak Pembangunan IKN dan Kerusakan Lingkungan

KaltimExpose.com, Penajam – Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia ke-79, sejumlah organisasi masyarakat sipil dan warga di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, menggelar aksi yang mencuri perhatian. Pada Selasa (13/8/2024), mereka membentangkan spanduk raksasa bertuliskan “Indonesia Not For Sale, Merdeka” di Jembatan Pulau Balang. Aksi ini, yang diinisiasi oleh Greenpeace dan didukung berbagai kelompok masyarakat, bertujuan untuk menyuarakan keresahan mengenai kerusakan lingkungan dan dampak negatif dari proyek Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur.
Acara dimulai dengan upacara bendera di Pantai Lango, Kecamatan Penajam, yang dihadiri oleh puluhan warga dan perwakilan organisasi masyarakat sipil. Setelah upacara, para aktivis Greenpeace membentangkan kain merah berukuran 50×15 meter yang bertuliskan “Indonesia is not for sale, Merdeka!” di Jembatan Pulau Balang. Selain itu, berbagai banner dengan pesan-pesan lingkungan dan sosial turut dipamerkan dari perahu-perahu kayu yang melakukan parade di perairan di bawah jembatan.
“Permintaan maaf Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan kemarin tidak ada artinya setelah satu dekade pemerintahannya membawa Indonesia makin jauh dari cita-cita kemerdekaan. Di akhir masa jabatannya Jokowi mewariskan berbagai masalah ketidakadilan. IKN yang dia banggakan nyatanya merupakan proyek serampangan dan ugal-ugalan yang merampas hak-hak masyarakat adat dan lokal, tapi memberikan karpet merah untuk oligarki,” ujar Arie Rompas, Ketua Tim Kampanye Greenpeace Indonesia, dalam pernyataannya.
Aktivis Greenpeace dan masyarakat setempat mengkritik bahwa proyek IKN telah mengakibatkan kerusakan ekologis yang parah di Kalimantan Timur. Data Forest Watch Indonesia (FWI) menunjukkan bahwa sekitar 20 ribu hektare hutan hilang di area IKN selama lima tahun terakhir. Kawasan hutan mangrove yang tersisa hanya 12.819 hektar, jauh dari harapan untuk menjadikan IKN sebagai ‘forest city’ yang ramah lingkungan.
“IKN adalah wajah paripurna dari ilusi kemegahan dalam perayaan kemerdekaan 79 tahun. Kebanggaan nasionalisme dan kebangsaan kita dijebak pada kemegahan infrastruktur semata. Faktanya, konflik agraria, dampak ekologis, dan kriminalisasi yang terjadi telah dikaburkan. Proyek pembangunan IKN juga melahirkan silent victims, seperti orangutan, bekantan, pesut, dan keanekaragaman hayati di lanskap Teluk Balikpapan, yang habitat dan eksistensinya terancam,” tambah Fathur Roziqin Fen, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim.
Kritik serupa juga disampaikan oleh Mappaselle, Direktur Eksekutif Pokja Pesisir Balikpapan, yang menyoroti bahwa kebijakan pemerintah saat ini semakin mengorbankan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk kepentingan oligarki. “Kebijakan ini semakin menandakan masyarakat pesisir belum merdeka dalam mengelola wilayah pesisir dan laut sendiri. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk habitat flora dan fauna di sekitarnya, kian rentan dikorbankan untuk pembangunan oligarki,” katanya.
Di sisi ekonomi, proyek IKN juga dianggap membebani keuangan negara. Hingga saat ini, pemerintahan Jokowi telah menggelontorkan Rp72,3 triliun dari APBN untuk proyek senilai Rp466 triliun, sambil terus mencari investor dengan berbagai insentif pajak. Selain itu, Rp87 miliar dihabiskan untuk upacara HUT RI ke-79 di IKN.
“Di balik megahnya cerita pembangunan ibu kota negara di depan dunia internasional, Jokowi mewariskan beban ekonomi dan kerusakan ekologis kepada rakyat. APBN yang seharusnya diinvestasikan untuk kesejahteraan rakyat malah dihambur-hamburkan demi proyek mercusuar yang menyengsarakan rakyat,” tegas Meike Inda Erlina, Juru Kampanye Trend Asia.
Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk, ikuti Saluran Whatsapp Kaltim Expose dan google news Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.