KaltimExpose.com, Jakarta –ÂPemerintah kini tengah melakukan penulisan ulang sejarah nasional Indonesia. Salah satu narasi besar yang dikaji ulang adalah klaim bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun. Revisi ini dilakukan sebagai bagian dari upaya menghadirkan sejarah yang lebih akurat dan menggambarkan perlawanan rakyat Indonesia terhadap kolonialisme.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa narasi tersebut tidak sepenuhnya benar dan cenderung mengabaikan fakta sejarah tentang berbagai bentuk perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajah.

“Enggak ada 350 tahun Indonesia dijajah itu. Kita itu melakukan perlawanan terhadap para penjajah itu,” kata Fadli, dikutip dari CNN Indonesia.

Klaim 350 Tahun: Mitos yang Terlalu Disederhanakan

Selama ini, angka 350 tahun didasarkan pada kedatangan Cornelis de Houtman di Banten tahun 1596 hingga proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 1945. Namun, rentang waktu tersebut menyimpan banyak kejanggalan.

Salah satunya adalah anggapan bahwa seluruh wilayah Indonesia berada di bawah kendali kolonial secara serentak, padahal kenyataannya sangat jauh berbeda.

Jejak Kolonial Belanda: Dimulai Sejak 1635?

Catatan soal klaim ini pernah diungkap oleh Gubernur Jenderal de Jonge pada 1935. Dalam pidatonya, ia menyebut:

“Kami sudah berada di sini 300 tahun dan akan berada di sini 300 tahun lagi, bila perlu dengan tongkat dan senjata.”

Jika dihitung dari ucapan tersebut, Belanda dianggap telah hadir sejak 1635. Namun, ini pun dipandang sebagai bentuk propaganda saat kekuasaan kolonial mulai melemah akibat tekanan dari tokoh-tokoh pergerakan nasional pada era 1930-an.

Soekarno dan Yamin, Penyumbang Narasi Nasionalis

Narasi 350 tahun penjajahan turut diperkuat oleh para tokoh besar Indonesia seperti Soekarno dan Mohammad Yamin. Dalam berbagai pidato kenegaraan, Soekarno kerap menyuarakan lamanya bangsa Indonesia berada di bawah kolonialisme.

“Selama 350 tahun kita mengalami hidup dalam penjajahan Belanda, sekarang dengan secara kilat pada 17 Agustus 1945 kita telah memproklamirkan kita punya kemerdekaan,” kata Soekarno pada 17 Agustus 1946 dalam arsip Pidato PJM Presiden dalam Memperingati 1 Tahun Kemerdekaan Indonesia.

Pernyataan serupa juga ia ulangi satu dekade kemudian:

“Selama 350 tahun Indonesia memang telah memberikan darahnya bagi hidupnya bangsa lain,” ungkap Soekarno pada 17 Agustus 1956 dalam arsip Berilah Isi Kepada Hidupmu!.

Mohammad Yamin, melalui karya-karyanya, juga mempopulerkan narasi ini sebagai strategi membangun semangat nasionalisme dan anti-kolonialisme.

Sejarawan Bongkar Fakta Sebenarnya

Kritik paling tajam terhadap klaim penjajahan selama 350 tahun datang dari G.J. Resink, seorang ahli hukum asal Belanda. Dalam bukunya Indonesia’s History Between the Myths: Essays in Legal History and Historical Theory (1968), ia menegaskan bahwa:

Tahun 1596 bukanlah awal penjajahan, melainkan awal perdagangan.

  1. Penjajahan tidak berlangsung serentak di seluruh wilayah.
  2. Banyak kerajaan lokal yang masih berdaulat hingga awal abad ke-20.
  3. Ia mencatat bahwa Aceh baru ditaklukkan pada 1903, Bone pada 1905, dan Klungkung di Bali bahkan baru jatuh ke tangan Belanda pada 1908.

Dari situ, Resink menyimpulkan bahwa jika dihitung dari pendudukan terakhir di Klungkung hingga proklamasi, maka Indonesia hanya dijajah Belanda selama 37 tahun, bukan 350.

Penulisan Ulang Sejarah, Saatnya Narasi Baru

Penulisan ulang sejarah ini bukan untuk mengurangi penderitaan masa lalu, melainkan agar generasi kini memiliki pemahaman yang lebih utuh dan adil terhadap fakta sejarah. Indonesia bukan sekadar korban penjajahan, melainkan bangsa yang tak pernah berhenti melawan.

Dengan semangat tersebut, sudah waktunya narasi sejarah Indonesia disampaikan secara jujur dan berimbang, tanpa mengabaikan semangat perjuangan rakyat di berbagai daerah.

 

Artikel ini telah tayang di cnbcindonesia.com.


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk Gabung Channel WhatsApp Kaltim Expose Whatsapp Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan