Data Ancaman Membludak, Tim Keamanan Siber Kewalahan: 86% Pemimpin IT Minta Bantuan AI

KaltimExpose.com –Sebuah survei global mengungkap betapa kewalahannya para pemimpin keamanan menghadapi lonjakan data ancaman yang tidak terkendali. Ketika jumlah serangan meningkat, volume informasi yang harus dianalisis pun ikut melonjak—sementara jumlah analis ahli tidak sebanding.
Dilansir dari CyberNews, studi bertajuk Threat Intelligence Benchmark yang dilakukan Forrester Consulting atas permintaan Google Cloud, menggambarkan realitas kelam yang dihadapi oleh lebih dari 1.500 pemimpin IT dan keamanan siber di delapan negara dan 12 sektor industri. Mayoritas responden mengaku bahwa organisasi mereka kini berada dalam kondisi rentan terhadap serangan siber dan hanya mampu bersikap reaktif.
Alih-alih membantu, banyaknya sumber data intelijen justru memperburuk keadaan. “Daripada meningkatkan efisiensi, berbagai feed intelijen ancaman justru membanjiri tim keamanan dengan data yang sulit disaring dan diprioritaskan,” ungkap laporan tersebut.
Tim keamanan siber disebut membutuhkan tiga hal utama: visibilitas terhadap ancaman yang relevan, korelasi berbasis AI dalam skala besar, dan tenaga analis yang mumpuni untuk mengubah data mentah menjadi wawasan yang bisa langsung ditindaklanjuti. Ketiganya penting untuk beralih dari postur keamanan yang reaktif ke proaktif.
Survei itu mencatat bahwa:
- 61% responden mengaku kewalahan menghadapi volume data intelijen ancaman.
- 60% menyatakan kekurangan analis siber yang cukup ahli untuk mengurai dan memahami data tersebut.
- 59% kesulitan menilai validitas dan relevansi ancaman yang masuk setiap harinya.
Artinya, terlalu banyak sumber memberikan terlalu banyak data mentah—sementara profesional siber tidak cukup untuk mengolahnya secara efektif. Alhasil, risiko terlewatnya ancaman krusial pun meningkat. Seperti dikatakan dalam laporan, para ahli khawatir akan melewatkan “jarum penting dalam tumpukan jerami data”.
Sektor manufaktur menjadi yang paling cemas menghadapi situasi ini. Sebanyak 89% responden dari industri manufaktur menyatakan bahwa mereka “khawatir” atau “sangat khawatir” kehilangan sinyal penting di tengah banjir data. Kekhawatiran ini beralasan, karena FBI dalam laporan tahunannya mencatat sektor manufaktur menjadi sasaran utama geng ransomware sepanjang 2024, dengan 218 pelanggaran yang dilaporkan.
Google Cloud menegaskan bahwa solusi dari permasalahan ini adalah mengintegrasikan intelijen ancaman langsung ke dalam alur kerja dan perangkat keamanan. “Kami percaya kuncinya adalah menyematkan intelijen ancaman secara langsung ke dalam workflow dan alat keamanan, agar bisa diakses dan dianalisis dengan cepat dan efektif,” jelas pernyataan Google Cloud dalam laporan tersebut.
Peran kecerdasan buatan (AI) menjadi sangat vital. Teknologi ini dinilai mampu meringankan beban analis dengan menyaring data mentah, menangani tugas repetitif, dan membebaskan waktu manusia untuk pengambilan keputusan strategis. Tak heran, 86% responden menyatakan bahwa mereka harus menggunakan AI untuk mengoperasionalkan intelijen ancaman secara lebih efektif.
Dari berbagai manfaat AI yang disorot, efisiensi menjadi yang utama. Sekitar 69% responden menilai bahwa AI membantu dengan menghasilkan ringkasan ancaman yang mudah dibaca, sehingga dapat mempercepat respons dan pengambilan tindakan.
Artikel ini telah tayang di cybernews.com.
Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk Gabung Channel WhatsApp Kaltim Expose Whatsapp Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.