KaltimExpose.com –Penelitian terbaru menunjukkan bahwa terapi radiasi dosis rendah dapat menjadi alternatif efektif untuk meredakan nyeri, kekakuan, dan pembengkakan pada penderita osteoartritis lutut. Temuan ini membuka harapan baru bagi pasien yang selama ini mengandalkan obat pereda nyeri atau operasi.
Dilansir dari Everyday Health, penelitian yang dilakukan di Korea Selatan ini melibatkan 114 pasien dengan osteoartritis lutut tingkat ringan hingga sedang di tiga pusat medis akademik. Peserta dibagi menjadi tiga kelompok: menerima radiasi dosis sangat rendah (0,3 Gy), dosis rendah (3 Gy), dan kelompok plasebo yang tidak mendapatkan paparan radiasi.
Hasilnya, setelah empat bulan, 70 persen peserta yang mendapat radiasi dosis rendah mengalami perbaikan signifikan pada dua dari tiga kategori utama—nyeri, fungsi fisik, dan penilaian kondisi secara keseluruhan. Sebagai perbandingan, hanya 42 persen peserta di kelompok plasebo dan 58 persen pada kelompok dosis sangat rendah yang menunjukkan hasil serupa.
Selain itu, sekitar 57 persen peserta terapi dosis rendah melaporkan peningkatan nyata dalam hal nyeri, kekakuan, dan kemampuan bergerak, dibandingkan dengan 30 persen pada kelompok plasebo.
Bagaimana Radiasi Meredakan Nyeri Lutut
Menurut Dr. Austin Kirschner, profesor onkologi radiasi di Vanderbilt University Medical Center, radiasi dosis rendah bekerja dengan menekan peradangan pada sendi. Radiasi ini mengurangi kemampuan sel imun menghasilkan sitokin—protein pemicu peradangan—sehingga menciptakan kondisi antiinflamasi di area sendi.
“Ini membantu menenangkan sinyal imun yang terlalu aktif di sendi, sehingga mengurangi nyeri dan kekakuan tanpa efek samping jangka panjang dari obat,” jelas Dr. Byoung Hyuck Kim, peneliti utama dari Seoul National University College of Medicine.
Bukan Terapi Baru, tapi Kini Diperkuat Bukti Ilmiah
Meski terdengar baru, penggunaan radiasi dosis rendah untuk mengobati radang sendi sebenarnya telah dilakukan selama beberapa dekade, terutama di Eropa. Namun di Amerika Serikat, metode ini jarang dipakai karena belum ada uji klinis terkontrol dengan plasebo.
“Sekarang kita sudah memiliki data klinis pembanding yang lebih kuat,” kata Dr. Janna Andrews, Ketua Departemen Kedokteran Radiasi di Phelps Hospital, New York.
Sementara itu, Dr. Orrin Troum, ahli reumatologi di Providence Saint John’s Health Center, menyebut terapi ini sempat populer pada abad ke-20 sebelum tergantikan oleh obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID). “Kekhawatiran terhadap efek radiasi dosis rendah tidak pernah terbukti signifikan, mengingat dosis yang digunakan sangat kecil,” ujarnya.
Penelitian lain turut memperkuat manfaat terapi ini. Studi tahun 2023 terhadap 300 pasien osteoartritis lutut menunjukkan bahwa radiasi dosis rendah menurunkan risiko disabilitas hingga 50 persen dibandingkan plasebo. Dalam tindak lanjut sepuluh tahun kemudian, 90 persen pasien yang menerima radiasi tetap bebas disabilitas, sementara di kelompok plasebo hanya 80 persen.
Keterbatasan Penelitian dan Prospek ke Depan
Meski hasilnya menjanjikan, para ahli mengingatkan bahwa masa tindak lanjut penelitian ini baru empat bulan. “Efektivitas jangka panjang dan keamanan masih perlu diuji,” kata Kirschner. Selain itu, karena studi dilakukan di Korea, respons terapi mungkin berbeda di populasi lain.
Dr. Troum menambahkan bahwa terapi ini efektif pada sekitar 70 persen pasien, dengan hasil yang dapat bertahan hingga dua tahun. “Bagi pasien yang tidak cocok untuk operasi atau tidak ingin bergantung pada obat penghilang nyeri, terapi ini bisa menjadi terobosan,” kata Dr. Andrews.
Meski begitu, para ahli menegaskan bahwa radiasi dosis rendah bukan pengganti gaya hidup sehat atau olahraga. “Terapi ini bisa menjadi pilihan tambahan untuk pasien yang tidak dapat menggunakan obat atau suntikan biasa,” kata Dr. Kim.
Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk Gabung Channel WhatsApp Kaltim Expose Whatsapp Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.