Sekda Kutim Diduga Kuasai Lahan Taman Nasional dan Bangun Kafe Tanpa Izin di Teluk Lingga

Bangunan yang diduga milik Sekretaris Daerah Kutai Timur Rizali Hadi di kawasan konservasi. (dok.askara)

KaltimExpose.com, Sangatta –  Dugaan serius menimpa Sekretaris Daerah (Sekda) Kutai Timur, Rizaldi Hadi. Ia disebut-sebut menguasai lahan negara di kawasan konservasi Taman Nasional Kutai dan membangun kafe berbentuk kapal di Pantai Teluk Lingga tanpa izin resmi.

Bisik-bisik dugaan pelanggaran hukum tengah berembus di Kutai Timur. Nama yang jadi sorotan bukan orang sembarangan: Sekretaris Daerah (Sekda) Rizaldi Hadi. Ia diduga menguasai lahan negara di area konservasi Taman Nasional Kutai, tepatnya di Sangatta Selatan, Kilometer 3 Jalan Pertamina.

Dilansir askara.co, kawasan tersebut merupakan hutan tropis yang berada di bawah pengawasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jelas melarang praktik penguasaan lahan oleh individu. Namun, fakta di lapangan justru menimbulkan tanda tanya besar: bagaimana seorang pejabat bisa menguasai lahan tersebut? Apakah dibeli, atau ada pemberian khusus?

Tokoh masyarakat Kutai Timur, Surjito Attas, menilai dugaan ini mencoreng wibawa birokrasi.
“Sekda itu seharusnya paham aturan dan memberi contoh kepada masyarakat maupun pejabat lain. Menguasai tanah negara jelas menyalahi kewenangan,” ujarnya.

Pengamat kebijakan publik dari Indonesia Satu, M. Irwandy, menegaskan bahwa jika dugaan ini benar, dampaknya sangat serius.
“Bila pejabat yang seharusnya menjaga aturan justru menabraknya, ini preseden buruk,” kata Irwandy, Selasa (2/9/2025).

Kafe Kapal dan Mangrove yang Hilang

Dugaan pelanggaran tidak berhenti di kawasan taman nasional. Di bibir Pantai Teluk Lingga, warga menemukan sebuah kafe berbentuk kapal yang diduga berdiri tanpa izin. Bahkan, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kutim, Darsafani, memastikan pihaknya tidak pernah menerima permohonan izin terkait pembangunan kafe itu.
“Kalau proses perizinan masuk, pasti kami tahu. Tapi sampai sekarang belum ada,” ungkapnya.

Hal senada disampaikan Kasman, Kepala Dusun Pantai Teluk Lingga.
“Tidak ada permohonan izin. Kami tidak dilibatkan sama sekali,” ujarnya. Kasman menambahkan, warga menduga kafe itu milik pejabat berpengaruh di Kutim.

Lebih parah lagi, menurut Kasman, ada aktivitas penebangan pohon mangrove di sekitar lokasi. Jika benar, ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan tindak pidana. Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang direvisi dengan UU Nomor 1 Tahun 2014, penebangan mangrove tanpa izin bisa dikenai hukuman 10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.

Irwandy menilai kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah pusat dan provinsi.
“Kalau dibiarkan, ini memberi sinyal bahwa pejabat bebas mengangkangi aturan,” katanya. Ia mengingatkan bahwa keberadaan taman nasional dan mangrove adalah benteng ekosistem yang dijamin konstitusi.

Fenomena ini, kata Irwandy, adalah ironi birokrasi. “Pejabat yang seharusnya menjadi benteng hukum justru diduga menabrak pagar aturan,” tegasnya.

Kini, publik menunggu langkah aparat penegak hukum dan Kementerian Lingkungan Hidup. Apakah kasus ini akan diusut tuntas atau tenggelam dalam hiruk-pikuk politik daerah?


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk Gabung Channel WhatsApp Kaltim Expose Whatsapp Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan