RUU TNI Disorot: Didukung DPR, Ditolak Masyarakat Sipil

3 Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan saat mencoba masuk ruang rapat Panja Revisi UU TNI DPR-RI dan Kemenhan di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3/2025). (KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO)

KaltimExpose.com, Jakarta –ÂRevisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang tengah dibahas oleh Komisi I DPR RI kembali menuai perhatian publik. RUU ini mendapatkan dukungan dari mayoritas fraksi di DPR, namun mendapat penolakan keras dari Koalisi Masyarakat Sipil.

Revisi ini mencakup tiga poin utama, yaitu Pasal 3 yang mengatur kedudukan TNI, Pasal 53 terkait batas usia pensiun prajurit, dan Pasal 47 yang memungkinkan prajurit aktif menempati jabatan sipil.

Penolakan Koalisi Masyarakat Sipil

Koalisi Masyarakat Sipil menilai bahwa RUU TNI berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI serta menurunkan kualitas demokrasi. Mereka juga mengkritik proses pembahasannya yang dinilai berlangsung tertutup dan tergesa-gesa.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya Saputra, menegaskan perlunya menunda pembahasan RUU ini karena masih banyak kejanggalan dalam substansi dan prosesnya.

“DPR harusnya melakukan telaah lebih jauh. Proses (pembuatan) cukup cepat membuat ruang publik memberikan aspirasi dan masukan jadi sangat minim,” ujarnya kepada Kompas.com pada Minggu (16/3/2025).

Dimas juga mengkhawatirkan bahwa sebelum revisi disahkan, sudah banyak prajurit aktif yang ditempatkan di luar bidang yang diperbolehkan oleh UU TNI. Menurutnya, pengesahan revisi ini bisa membuka peluang lebih luas bagi kembalinya dwifungsi militer di Indonesia.

“Dwifungsi militer tidak hanya dimaknai militer melakukan politik praktis, tapi juga menjalankan tugas di luar fungsi pokoknya. Ini membuat fungsi utama terhambat,” tambahnya.

Dukungan dari DPR RI

Meski ada kritik dari berbagai pihak, DPR tetap melanjutkan pembahasan RUU TNI. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad membantah tudingan bahwa pembahasan dilakukan secara tertutup dan tergesa-gesa. Ia menegaskan bahwa rapat yang digelar di Hotel Fairmont pada Jumat (14/3/2025) hingga Sabtu (15/3/2025) bersifat terbuka.

“Tidak ada rapat yang dilakukan secara diam-diam. Rapat yang dilakukan di hotel itu adalah rapat terbuka. Bisa dicek dalam agenda rapatnya,” ujar Dasco di Gedung DPR, Senin (17/3/2025).

Dasco juga menyatakan bahwa pembahasan RUU ini telah berlangsung selama beberapa bulan dan tetap memberikan ruang bagi partisipasi publik.

PDI-P Ubah Sikap, Kini Dukung RUU TNI

Awalnya menolak, kini PDI-P justru menyatakan dukungan terhadap RUU TNI. Bahkan, kader PDI-P, Utut Adianto, didapuk sebagai Ketua Panitia Kerja (Panja) dalam pembahasan RUU tersebut.

Ketua DPP PDI-P Puan Maharani menjelaskan bahwa pernyataan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang menolak RUU ini sebelumnya disampaikan sebelum partainya secara resmi membahas revisi tersebut bersama fraksi lain.

“Ya itu kan sebelum kita bahas bersama. Dan hasilnya seperti apa tadi kan dalam konferensi pers sudah disampaikan,” ujar Puan di Gedung DPR, Senayan.

Puan juga menyebut bahwa kehadiran PDI-P dalam pembahasan RUU ini bertujuan untuk memastikan aturan yang dihasilkan lebih selaras dengan prinsip demokrasi.

Selain PDI-P, Fraksi Demokrat juga menyatakan dukungannya terhadap revisi UU TNI. Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Demokrat, Anton Sukartono Suratto, menegaskan bahwa sikap Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tetap konsisten dalam menekankan bahwa prajurit TNI yang bertugas di instansi sipil harus mengundurkan diri dari dinas militer.

“Sikap Pak SBY dan Fraksi Partai Demokrat tetap sama, bahwa bagi prajurit TNI aktif yang bertugas di instansi sipil di luar ketentuan UU TNI, maka harus mengundurkan diri atau pensiun dini,” kata Anton.

Pemerintah dan DPR Bantah Isu Dwifungsi ABRI

Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto menegaskan bahwa RUU TNI justru bertujuan membatasi jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit aktif.

“Kalau kekhawatiran soal dwifungsi ABRI, saya sudah berkali-kali sampaikan bahwa ini justru untuk membatasi,” tegasnya.

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan. Ia memastikan bahwa revisi UU TNI tidak akan mengembalikan peran militer seperti pada era Orde Baru.

“Revisi UU TNI ini tidak dimaksudkan mengembalikan TNI pada dwifungsi militer seperti masa lalu. Jadi, jangan khawatir akan hal itu,” ujar Budi saat ditemui di Mabes Polri.

Hal senada juga disampaikan Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi. Menurutnya, pasal-pasal yang diduga bisa menghidupkan kembali dwifungsi ABRI tidak ada dalam RUU tersebut.

“Pasal yang dicurigai akan ada, ayat yang dicurigai akan ada, itu terbukti tidak ada. Bahwa kecurigaan teman-teman NGO dan LSM itu tidak beralasan,” kata Hasan.

 

Artikel ini telah tayang di kompas.com.


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk, ikuti Saluran Whatsapp Kaltim Expose dan google news Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan