MK Wajibkan SD dan SMP Swasta Gratis, Ini Respons Pemerintah

Foto Mendikdasmen Abdul Mu’ti: (Dwi Rahmawati/detikcom)

KaltimExpose.com, Jakarta –  Pemerintah akhirnya angkat bicara terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan pendidikan gratis di sekolah dasar (SD) dan menengah pertama (SMP) swasta. Saat ini, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) tengah melakukan kajian terhadap perintah tersebut yang menjadi sorotan publik dan memantik perdebatan soal keadilan pendidikan.

Putusan yang dikeluarkan MK pada Selasa (27/5) lalu merupakan jawaban atas gugatan yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga individu: Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Gugatan itu terdaftar dengan nomor perkara 3/PUU-XXIII/2025 dan didasari kekhawatiran terhadap ketidakefektifan penggunaan anggaran pendidikan di berbagai daerah.

Dalam argumentasinya, para pemohon menyampaikan bahwa dana pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD seharusnya dapat menjamin pendidikan dasar yang benar-benar gratis, tak hanya di sekolah negeri tetapi juga di sekolah swasta. Dalam permohonannya mereka menuliskan:

“Bahwa berdasarkan data-data anggaran pendidikan dasar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sangat memungkinkan pendidikan dasar baik di sekolah swasta maupun negeri dibiayai oleh 20% APB dan 20% APBD, dengan beberapa alasan yang mendukung.”

MK pun mengabulkan sebagian dari permohonan tersebut. Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan menyatakan:

“Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.'”

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pertimbangannya menyoroti ketimpangan yang terjadi akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri. Menurutnya, banyak siswa akhirnya terpaksa masuk ke sekolah swasta meski dengan beban biaya yang tak sedikit. Ia memberikan ilustrasi:

“Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Adapun pada jenjang SMP, sekolah negeri tercatat menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa.”

Dengan fakta itu, MK menilai negara wajib memastikan seluruh anak Indonesia dapat mengakses pendidikan dasar tanpa terhalang biaya. Namun, ada pengecualian penting dalam putusan ini.

Kurikulum Internasional Tak Masuk Skema Gratis

MK menegaskan bahwa sekolah swasta yang mengadopsi kurikulum internasional atau memiliki kekhususan keagamaan tidak diwajibkan mengikuti ketentuan pendidikan gratis ini. Sebab, menurut MK, pilihan bersekolah di institusi semacam itu umumnya dilakukan secara sadar oleh orang tua siswa, dengan pertimbangan mutu atau keunggulan tertentu yang memang memiliki konsekuensi biaya lebih tinggi.

“Dalam kasus ini, peserta didik secara sadar memahami konsekuensi pembiayaan yang lebih tinggi sesuai dengan pilihan dan motivasinya ketika memutuskan untuk mengikuti pendidikan dasar di sekolah/madrasah tertentu,” tulis MK.

Oleh karena itu, alokasi anggaran pendidikan sebaiknya diprioritaskan untuk sekolah swasta yang benar-benar membutuhkan dukungan, terutama bagi peserta didik yang berasal dari keluarga kurang mampu.

MK juga menegaskan bahwa bantuan dari pemerintah untuk sekolah swasta tetap harus selektif, dengan mempertimbangkan tata kelola yang baik, akuntabilitas, dan standar sesuai peraturan yang berlaku. Tujuannya adalah agar bantuan itu tepat sasaran dan tak disalahgunakan.

Respons Pemerintah Masih Hati-hati

Terkait putusan tersebut, pemerintah melalui Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menyatakan masih dalam tahap analisis.

“Kami masih menganalisis keputusan MK,” ujar Mu’ti saat dikonfirmasi, Rabu (28/5).

Ia menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada keputusan resmi yang bisa diumumkan ke publik, namun Kemendikdasmen akan segera memberikan kejelasan setelah kajian selesai dilakukan.

“Belum ada keputusan yang bisa di-share ke publik,” katanya.

Dengan keluarnya putusan ini, publik kini menunggu langkah konkret dari pemerintah dalam mewujudkan pendidikan gratis yang inklusif dan adil, tanpa mencederai prinsip keberagaman dalam sistem pendidikan nasional.

 

Artikel ini telah tayang di detik.com.


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk Gabung Channel WhatsApp Kaltim Expose Whatsapp Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan