Masalah Serius SPMB SMA 10 Samarinda: Ombudsman Kaltim Temukan Potensi Malaadministrasi

Pemindahan SMA 10 Samarinda dari Education Center ke Kampus Melati di Samarinda seberang perlu dikaji matang-matang (kaltimpost.id)

KaltimExpose.com, Samarinda –ÂProses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 di SMA 10 Samarinda tengah disorot tajam. Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Timur menerima dua laporan pengaduan terkait perpindahan lokasi sekolah ke Gedung A Kampus Melati di kawasan Samarinda Seberang. Langkah ini dinilai berpotensi menimbulkan malaadministrasi pendidikan, terutama pada proses penerimaan siswa baru tahun ini.

“Terkait keluhan terhadap proses pemindahan SMA 10 ke Samarinda Seberang berdampak terhadap pelaksanaan SPMB yang sedang berlangsung di sekolah dimaksud,” ungkap Dwi Farisa Putra Wibowo, Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman Kaltim, dikutip dari kaltimpost.id.

Feri, sapaan akrabnya, menekankan bahwa tujuan utama dari SPMB adalah mendekatkan layanan pendidikan ke tempat tinggal siswa, sekaligus mewujudkan pemerataan akses. Karena itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim (Disdikbud Kaltim) diminta bertanggung jawab terhadap hak-hak peserta dan orang tua calon murid yang sudah mendaftar ke Gedung B SMA 10 Samarinda.

Lebih dari itu, Ombudsman menilai belum adanya dasar hukum yang jelas terkait status sekolah berasrama turut memperkeruh situasi. Pasalnya, Pasal 73 Perda Kaltim Nomor 16 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pendidikan di Kaltim menekankan perlunya regulasi khusus untuk sekolah berasrama. Sayangnya, hingga kini, aturan turunan dari beleid tersebut belum juga terbit.

Hal ini menjadi penting karena menurut Pasal 7 huruf e Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025, sekolah berasrama tidak boleh ikut serta dalam jalur SPMB.

“Sekolah berasrama tidak bisa melaksanakan penerimaan jalur asrama sekaligus jalur SPMB,” tegas Feri. Karena itu, ia mengimbau Disdikbud Kaltim segera memastikan status hukum SMA 10 Samarinda, apakah masih berasrama atau tidak, agar tidak melanggar regulasi pusat.

Ombudsman juga meminta perhatian serius terhadap percampuran jalur penerimaan siswa, yang seharusnya tidak dilakukan. Jika SMA 10 tetap dikategorikan sebagai sekolah berasrama oleh Pemprov, maka seluruh proses seleksi siswa harus dilakukan di luar mekanisme SPMB.

“Sekolah berasrama tidak boleh membuka penerimaan lewat jalur asrama serta jalur SPMB, tak boleh dua kaki,” tambahnya.

Sebagai bentuk pengawasan publik, Ombudsman Kaltim membuka kanal pelaporan untuk dugaan malaadministrasi pada pelaksanaan SPMB jenjang SD, SMP, dan SMA. Pengaduan dapat disampaikan melalui nomor +62 811-1713-737 atau langsung ke kantor Ombudsman Kaltim.

Mulyadin, Kepala Perwakilan Ombudsman Kaltim, menjamin setiap laporan akan ditindaklanjuti. “Kami berkomitmen untuk menindaklanjuti setiap laporan yang masuk dan memastikan bahwa hak-hak masyarakat terlindungi sebagai bentuk pengawasan Ombudsman,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa Ombudsman RI rutin melakukan pengawasan terhadap SPMB, mulai dari tahap pra-pelaksanaan, pelaksanaan, hingga pasca-SPMB, untuk memastikan pelayanan publik di sektor pendidikan berjalan sesuai ketentuan.

Dari hasil evaluasi nasional tahun 2024, saat proses seleksi masih disebut PPDB, ditemukan bahwa banyak daerah belum melakukan pemetaan daya tampung, zona wilayah, serta pendataan keluarga tidak mampu dan penyandang disabilitas. Padahal aspek-aspek ini sangat penting untuk memastikan keadilan dalam akses pendidikan.

 

Artikel ini telah tayang di kaltimpost.id.


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk Gabung Channel WhatsApp Kaltim Expose Whatsapp Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan