Impor Barang Konsumsi Jelang Ramadan 2025 Anjlok, Sinyal Daya Beli Melemah

KaltimExpose.com – Tren kenaikan impor barang konsumsi yang biasanya terjadi menjelang Ramadan atau Lebaran, pada tahun 2025 justru mengalami penurunan signifikan. Para ekonom menilai kondisi ini sebagai indikasi melemahnya daya beli masyarakat Indonesia.
Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), nilai kumulatif impor barang konsumsi pada periode Januari-Februari 2025 hanya mencapai US$ 3,11 miliar. Angka ini mengalami penurunan sebesar 14,28% dibandingkan periode yang sama pada 2024 yang tercatat senilai US$ 3,63 miliar.
Penurunan lebih tajam terjadi pada Februari 2025, satu bulan menjelang Ramadan, dengan nilai impor sebesar US$ 1,47 miliar. Angka ini turun 10,61% dibandingkan Januari 2025 yang tercatat US$ 1,64 miliar. Jika dibandingkan dengan Februari 2024 yang mencapai US$ 1,86 miliar, penurunannya bahkan mencapai 21,05%.
Kondisi ini sangat berbeda dengan tren pada 2024, di mana impor barang konsumsi justru meningkat 22,73% dibandingkan tahun sebelumnya. “Memang ada perbedaan yang cukup mencolok dan ini berkaitan dengan daya beli,” ujar Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Mohammad Faisal, Selasa (17/3/2025).
Faisal menjelaskan bahwa pada 2024, faktor pemilihan presiden dan pemilihan legislatif turut mendorong lonjakan konsumsi, termasuk belanja pemerintah dan Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT). Dampaknya, tingkat inflasi pada Februari 2024 meningkat hingga 2,75% secara tahunan (year-on-year/yoy), berbeda dengan Februari 2025 yang justru mengalami deflasi sebesar 0,09% yoy.
Senada dengan Faisal, Direktur Riset Bright Institute Andri Perdana menyebut penurunan impor barang konsumsi menjelang Ramadan dan Lebaran 2025 sebagai anomali. Menurutnya, daya beli masyarakat belum pulih sejak awal 2023. “Jika Februari 2025 saja penurunan impor barang konsumsi secara tahunan mencapai 21,05%, ini menunjukkan daya beli masyarakat telah ambruk,” ujarnya.
Lebih lanjut, Andri menjelaskan bahwa faktor utama penurunan impor barang konsumsi berasal dari komoditas buah-buahan, terutama jeruk mandarin yang turun sebesar US$ 29,5 juta dan apel sebesar US$ 17,9 juta, yang dipengaruhi oleh selesainya perayaan Imlek. “Namun, jika efek Imlek saja tidak mampu menopang impor barang konsumsi, ini menunjukkan permintaan masyarakat memang sedang melemah,” tambahnya.
Selain buah-buahan, impor daging juga mengalami penurunan drastis. Data menunjukkan impor daging hewan turun 44,8% dibandingkan bulan sebelumnya. Andri menduga faktor kebijakan kuota impor daging kerbau yang kini dikendalikan oleh BUMN menjadi salah satu penyebabnya. “Permintaan yang masih rendah akibat daya beli lemah membuat banyak barang konsumsi tidak laku, sehingga insentif untuk mengimpor berkurang,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menambahkan bahwa penurunan impor barang konsumsi ini selaras dengan kondisi deflasi bahan makanan sebesar -0,7% secara bulanan per Februari 2025. “Artinya, daya beli masyarakat sangat rendah, permintaan barang konsumsi menurun, dan harga-harga ikut turun,” kata Bhima.
Bhima juga menyoroti bahwa penurunan impor barang konsumsi terjadi di tengah kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang justru pro-impor. “Pemerintah membuka keran impor, jumlah penduduk besar, tapi impor anjlok jelang Ramadan. Tidak ada penjelasan lain selain risiko resesi ekonomi yang semakin nyata,” tegasnya.
Senada dengan Bhima, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai anjloknya impor barang konsumsi sebagai dampak dari melemahnya daya beli akibat gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor. “Pendapatan masyarakat menurun, harga pangan naik, sehingga permintaan barang konsumsi semakin rendah,” ujarnya.
Esther menyarankan pemerintah segera mengambil langkah ekspansif baik dari sisi fiskal maupun moneter untuk mencegah perlambatan ekonomi lebih lanjut. “Jika tidak segera diatasi, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 bisa terancam turun,” pungkasnya.
Berdasarkan data BPS, barang konsumsi yang mengalami penurunan signifikan antara lain:
- Buah-buahan: dari US$ 175,4 juta pada Januari 2025 menjadi US$ 114,5 juta pada Februari 2025.
- Daging hewan: dari US$ 69,3 juta menjadi US$ 24,6 juta.
- Serealia: dari US$ 37,8 juta menjadi US$ 0.
Dengan tren yang terjadi, pemerintah diharapkan dapat segera mengambil langkah untuk mengatasi pelemahan daya beli masyarakat agar sektor konsumsi dapat kembali pulih menjelang Lebaran 2025.
Artikel ini telah tayang di cnbcindonesia.com.
Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk, ikuti Saluran Whatsapp Kaltim Expose dan google news Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.