KaltimExpose.com –Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah menyiapkan sejumlah strategi baru demi memperkuat daya saing pasar modal nasional. Seiring menurunnya proporsi investor ritel dari Pulau Jawa dan belum tercapainya target nilai transaksi harian, BEI mengkaji penyesuaian jam perdagangan, membuka kembali kode broker dan domisili investor, serta meluncurkan program liquidity provider. Seluruh rencana ini dijadwalkan akan mulai digulirkan secara bertahap pada kuartal III tahun 2025.

Salah satu langkah yang tengah menjadi sorotan adalah wacana penambahan jam perdagangan BEI, baik dengan memulai lebih awal pada pukul 08.00 WIB, maupun memperpanjang hingga pukul 17.00 WIB. Kajian ini disebutkan langsung oleh Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, dalam pernyataannya di Jakarta.

“Penyesuaian jam perdagangan ini meliputi berbagai kemungkinan, apakah ditambah di awal, diperpanjang di akhir, atau hanya digeser. Semua skenario masih dalam tahap kajian dan belum ada keputusan final,” ujarnya, dikutip dari Bisnis, Senin (16/6/2025).

Jeffrey menegaskan bahwa setiap keputusan akan mempertimbangkan kepentingan seluruh pemangku kepentingan — dari investor ritel dalam negeri hingga institusi asing yang umumnya beroperasi dari pusat perdagangan seperti Hong Kong.

Tak hanya waktu operasional, penambahan investor dari wilayah tengah dan timur Indonesia juga menjadi salah satu faktor yang mendorong evaluasi ini. BEI ingin memastikan pasar modal tetap inklusif dan menjangkau lebih luas secara geografis.

Namun tidak semua pihak sejalan. Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, justru menilai wacana tersebut perlu dipertimbangkan dengan matang.

“Belum tentu menambah produktivitas dan hasil, harus diperhitungkan untung atau ruginya matang-matang,” tegas Liza, Senin (16/6/2025).

Sebaliknya, Nafan Aji Gusta dari Mirae Asset Sekuritas menilai inisiatif ini berpotensi besar menarik lebih banyak investor, bahkan dari luar Asia. Ia menilai pentingnya infrastruktur untuk menunjang transaksi yang efisien.

“Yang paling penting adalah BEI secara konsisten bisa berinovasi dalam menghasilkan berbagai kebijakan yang memang sifatnya bisa meningkatkan likuiditas pasar kita,” ungkapnya.

Meski jumlah investor pasar modal per Mei 2025 sudah mencapai 16,56 juta SID, rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) masih belum memenuhi ekspektasi. Data menunjukan RNTH baru menyentuh Rp12,90 triliun — naik tipis dari bulan sebelumnya namun masih di bawah target Rp13,5 triliun untuk tahun ini.

BEI juga menghadapi ketimpangan dalam likuiditas saham, di mana sekitar 70% saham memiliki aktivitas di bawah rata-rata dan 75% lainnya memiliki spread harga terlalu lebar — kendala yang menyulitkan eksekusi transaksi.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, BEI akan menghadirkan program liquidity provider saham yang akan dikelola oleh sekuritas yang sudah disetujui bursa. Dengan adanya pihak yang secara aktif menyediakan kuotasi jual dan beli, diharapkan ada peningkatan transaksi hingga 11,5% di saham dengan performa rendah.

“Buat investor dua hal yang sangat penting, yakni keuntungan dan likuiditas… Itulah yang mau kami berikan di BEI untuk meningkatkan likuiditas dari saham-saham yang ada,” ujar Jeffrey, (10/6/2025).

Selain itu, mekanisme short selling juga akan diluncurkan, namun masih ditunda pelaksanaannya hingga kondisi pasar membaik.

Sementara itu, pembukaan kode broker dan domisili investor akan dilakukan secara parsial, yakni hanya pada akhir sesi I dan II. BEI sedang mengoordinasikan perubahan ini dengan vendor sistem.

Transparansi menjadi isu sentral dalam upaya BEI meningkatkan kepercayaan investor. Rudiyanto dari Panin Asset Management menyarankan adanya evaluasi terhadap aturan free float yang saat ini tergolong rendah, hanya 7,5%.

“Meningkatkan jumlah saham free float ke 15%–20% akan lebih baik,” ujarnya.

Dukungan juga datang dari komunitas investor ritel dan pelaku pasar. Ady Nugraha dari Komunitas Syariah Saham dan Yumetri Abidin dari MISSI sama-sama menyambut baik kebijakan pembukaan kode broker, karena dianggap bisa meningkatkan transparansi dan mengurangi dominasi investor asing.

“Ini justru melindungi dari manuver investor asing yang mempermainkan investor lokal,” kata Yumetri.

Tak kalah penting, BEI menggencarkan literasi keuangan lewat Galeri Investasi di perguruan tinggi dan Galeri Edukasi di SMA. Jeffrey menekankan pentingnya edukasi bagi generasi muda.

“Kami percaya yang sekarang di SMA dan di perguruan tinggi, 10 tahun, 15 tahun, 20 tahun lagi, merekalah pelaku ekonomi yang sebenarnya,” ucapnya optimistis.

Dengan sejumlah gebrakan seperti penambahan jam perdagangan BEI, transparansi kode broker, hingga kehadiran liquidity provider, BEI menargetkan bisa mencapai 2 juta penambahan investor dan RNTH Rp13,5 triliun hingga akhir 2025. Gebrakan ini tidak hanya ditujukan untuk mengejar angka, tetapi juga membentuk ekosistem pasar modal yang inklusif, likuid, dan kompetitif di level global.

 

Artikel ini telah tayang di bisnis.com.


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk Gabung Channel WhatsApp Kaltim Expose Whatsapp Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan