KaltimExpose.com – Perekonomian Indonesia menunjukkan tanda-tanda kelesuan. Di kuartal I tahun 2025, laju pertumbuhan ekonomi hanya menyentuh angka 4,87%, melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 5,11%. Angka ini memicu kekhawatiran para ekonom soal arah kebijakan dan masa depan ekonomi nasional.
Tekanan bertambah dengan melonjaknya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tercatat mencapai 24.036 kasus sepanjang Januari hingga 23 April 2025. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat bahwa PHK terjadi akibat memburuknya kondisi pasar, baik di dalam maupun luar negeri, yang memaksa banyak perusahaan memangkas tenaga kerja demi bertahan.
Target Pertumbuhan 8% Dinilai Tidak Masuk Akal
Ekonom senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai bahwa pertumbuhan di bawah 5% merupakan sinyal negatif, terlebih jika dikaitkan dengan target ambisius Presiden Prabowo Subianto yang ingin mendorong ekonomi tumbuh hingga 8% pada 2029 dan menjadikan Indonesia negara berpenghasilan tinggi dengan GDP/kapita US$ 14.000 pada 2045.
“Tumbuh di bawah 5% bagi Indonesia adalah berita buruk, apalagi jika dikaitkan dengan target Pemerintah untuk tumbuh 8% di tahun 2029 dan menjadi negara berpenghasilan tinggi, GDP/kapita sebesar US$ 14.000, di tahun 2045. Rasanya target-target tersebut menjadi semakin tidak realistis,” ujar Wijayanto kepada detikcom, Jumat (9/5/2025).
Ia memperingatkan bahwa perlambatan ekonomi akan berdampak langsung pada meningkatnya jumlah pengangguran, menurunnya penerimaan pajak, dan naiknya beban program sosial pemerintah.
Solusi: Relokasi Anggaran dan Insentif Manufaktur
Meski belum menyebut situasi ini sebagai krisis, Wijayanto menyarankan agar pemerintah segera mengambil langkah nyata yang berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja dan daya beli masyarakat.
Ia menyarankan agar anggaran untuk program besar seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Merah Putih, hingga pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dialihkan untuk mendorong sektor yang lebih produktif.
Selain itu, sektor manufaktur yang masih lemah dengan utilisasi hanya 60% juga butuh dorongan. Wijayanto menyebut jika angka ini bisa didorong kembali ke 75% seperti sebelum krisis, maka ekonomi bisa terdongkrak hingga 3%.
“Saat ini utilisasi sektor manufaktur kita masih rendah, sekitar 60%, di bawah saat sebelum krisis 75%. Ini perlu diberi insentif dalam bentuk kebijakan dan pinjaman working capital dengan bunga terjangkau,” tegasnya.
Ia juga mendesak pemerintah untuk menghapus hambatan iklim usaha seperti premanisme, penyelundupan, dan aturan yang tumpang tindih.
“Apa yang dilakukan oleh Kemenkeu dengan menghapus blokir sebesar Rp 86 triliun sudah tepat, walau agak terlambat. Sejalan dengan itu, upaya efisiensi yang terlalu ketat perlu direlaksasi,” tambahnya.
Ekonomi Tertekan dari Dalam dan Luar
Senada dengan Wijayanto, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Faisal, menilai kondisi perlambatan ini disebabkan turunnya pendapatan pekerja serta minimnya lapangan kerja formal, yang memaksa banyak masyarakat beralih ke sektor informal dengan pendapatan tidak menentu.
“Jadi mau tidak mau mereka beralih ke informal. Itu tentu saja mempengaruhi pola income yang lebih rendah, yang lebih tidak pasti, dan mempengaruhi juga pola konsumsi mereka yang lebih berhati-hati,” ujar Faisal kepada detikcom.
Tekanan terhadap ekonomi Indonesia juga datang dari luar, seperti ketegangan geopolitik akibat perang tarif antara Amerika Serikat dan China, yang menurunkan prospek investasi di Indonesia.
“Kalau prospek investasi tertekan, penciptaan lapangan pekerjaan yang semestinya di-drive oleh investasi juga menjadi terpengaruh,” jelasnya.
Faisal menyarankan agar pemerintah mengintegrasikan kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil demi mendorong penciptaan lapangan kerja yang berkualitas dan berkelanjutan. Ia juga menekankan pentingnya insentif bagi sektor informal, agar konsumsi tetap terjaga.
“Paling tidak yang di sektor informal, mereka masih bisa diandalkan dari sisi income… kalau bagus dari sisi incomenya, daya beli membaik, maka sektor-sektor usaha juga tergerak dan akhirnya menambah juga penciptaan lapangan pekerjaan,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di detik.com.
Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk Gabung Channel WhatsApp Kaltim Expose Whatsapp Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.