KaltimExpose.com, Samarinda – Nasib para pekerja proyek Teras Samarinda tahap satu kembali menjadi sorotan publik. Dukungan terhadap mereka yang belum menerima upah terus mengalir di media sosial, terutama mengingat tempat rekreasi tersebut telah diresmikan sejak 9 September tahun lalu.
Polemik semakin memanas setelah muncul insiden dalam forum yang difasilitasi DPRD Kota Samarinda. Suasana rapat mendadak ricuh ketika seorang anggota dewan tersulut emosi dan terlibat adu mulut. Bahkan, dalam kejadian tersebut, sebuah kotak konsumsi dilempar ke arah salah satu peserta rapat yang merupakan staf Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda.
Peristiwa ini dengan cepat menjadi viral, tidak hanya di media sosial lokal tetapi juga sampai ke telinga Wali Kota Samarinda, Andi Harun. Saat itu, ia sedang mengikuti retreat di Akademi Militer, Magelang.
Respons Wali Kota Samarinda
Menanggapi isu ini, Andi Harun mengaku mendapat informasi pertama kali dari kepala daerah lain yang juga mengikuti retreat.
“Saya justru pertama kali mendapatkan informasi dari kepala daerah lain yang mengikuti retreat. Lalu saya konfirmasi ke pejabat terkait dan saat itu juga saya memberikan tanggapan saya buat video, tapi karena kepanjangan saya tidak bisa upload ke grup pemkot untuk disampaikan kepada teman-teman media,” ujar Andi Harun.
Ia menjelaskan bahwa pihaknya baru bisa merespons ke publik setelah mendapatkan klarifikasi dari PT Samudra Anugrah Indah Permai, perusahaan yang mengerjakan proyek Teras Samarinda tahap satu.
“Berdasarkan keterangan dari perusahaan, ada pekerja yang berprofesi sebagai satpam yang diberhentikan sebelum Lebaran tahun lalu karena tidak masuk kerja dan alasan lainnya,” tambahnya.
Namun, ia menekankan bahwa klaim ini masih perlu divalidasi oleh kedua belah pihak, mengingat pemerintah memiliki keterbatasan dalam campur tangan terkait kebijakan internal perusahaan swasta.
“Jika tidak bisa dikategorikan sebagai masalah upah pekerja, mungkin ada jalan lain yang bisa kami bantu. Ini perlu dibahas secara baik-baik tanpa perlu membuat kegaduhan,” paparnya.
Tertundanya Pembayaran Kontraktor
Di sisi lain, Pemkot Samarinda juga masih memiliki kewajiban pembayaran kepada kontraktor proyek ini. Dari total anggaran Rp 36,9 miliar, sekitar 30 persen masih tertahan karena menunggu audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Kaltim.
Dinas PUPR Kota Samarinda telah mengusulkan pencairan sisa pembayaran kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Namun, pencairan ini baru bisa dilakukan setelah APBD Perubahan disahkan tahun ini.
Meski ada tuntutan agar anggaran tersebut segera disalurkan untuk membayar upah pekerja, mekanisme pencairannya harus tetap sesuai prosedur. Dana tersebut tidak dapat langsung diberikan kepada pekerja, melainkan harus melalui kontraktor sebagai pihak ketiga.
“Kami tidak bisa melanggar hukum. Kalau misalnya dana langsung dipotong dan kontraktor melapor ke KPK atau aparat penegak hukum, yang terkena dampaknya justru pemerintah. Ini tidak sesederhana yang dibayangkan,” tegasnya.
Insiden Ricuh di DPRD Disesalkan
Andi Harun juga menyesalkan insiden yang terjadi dalam rapat DPRD Samarinda. Ia berharap bahwa forum resmi seperti itu seharusnya dijalankan dengan menjaga martabat dan etika.
“Kami sebenarnya sudah membahas persoalan ini, mungkin ada pihak yang merasa kurang sabar dengan prosesnya dan mencari kanal lain seperti DPRD. Itu sah-sah saja, karena memang DPRD merupakan tempat penampungan dan pembahasan aspirasi masyarakat,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di prokal.co.
Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk, ikuti Saluran Whatsapp Kaltim Expose dan google news Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.