KaltimExpose.com –Pemerintah menetapkan kembali harga minimal pembelian singkong petani sebesar Rp1.350 per kilogram (kg). Kebijakan ini diumumkan Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Surat Nomor B-2218/TP.220/C/09/2025 tentang penetapan harga minimal singkong nasional.

Dilansir dari DetikFinance, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Yudi Sastro, menegaskan harga tersebut berlaku di seluruh Indonesia dengan ketentuan rafaksi maksimal 15 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan rafaksi sebelumnya pada Januari 2025 yang mencapai 30 persen.

“Dalam ketetapan itu, Kementan mengatur tiga poin penting, yakni harga ubi kayu (singkong) petani dibeli industri Rp1.350/kg dengan rafaksi maksimal 15 persen,” kata Yudi dalam keterangan tertulis, Jumat (12/9/2025).

Ia menambahkan, kebijakan ini berlaku efektif sejak 9 September 2025. Pemerintah, kata Yudi, akan mengawal implementasinya agar petani terlindungi dan industri tetap mendapat pasokan bahan baku sesuai kebutuhan.

Dorong Kesejahteraan Petani dan Ketahanan Pangan

Kementan optimistis penetapan satu harga ini dapat memperkuat posisi singkong sebagai komoditas strategis nasional. Langkah tersebut diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus mendukung ketahanan pangan dan industri dalam negeri.

“Dengan adanya ketetapan harga ini, diharapkan tidak ada lagi pabrik yang membeli hasil panen di bawah standar. Pemerintah juga akan mengawal peningkatan produksi singkong agar industri tetap terpenuhi kebutuhannya,” ujar Yudi.

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menegaskan penetapan satu harga singkong nasional merupakan wujud keberpihakan pemerintah terhadap petani. Menurutnya, regulasi ini menjadi langkah strategis menata tata niaga singkong dan memberi kepastian harga bagi petani.

“Regulasi satu harga merupakan langkah strategis untuk memberikan kepastian kepada petani sekaligus menjaga pasokan bagi industri,” ujarnya.

Latar Belakang Penetapan

Sebelumnya, pada Januari 2025, pemerintah sempat menetapkan harga singkong Rp1.350/kg dengan rafaksi 30 persen. Namun kebijakan itu hanya berlaku di Lampung. Akibatnya, singkong menumpuk, harga anjlok hingga di bawah Rp1.000/kg, dan petani menggelar demonstrasi.

Selain itu, tingginya potongan harga atau rafaksi membuat petani tetap merugi meski ada penetapan harga. Mikdar Ilyas, Anggota DPRD Lampung sekaligus Ketua Pansus Tata Niaga Singkong, menyebut potongan harga saat itu bahkan mencapai 50–60 persen.

“Persoalan harga singkong ini bukan hal baru. Pertama, ada masalah potongan harga yang sangat tinggi sehingga modal petani tidak kembali. Kedua, masalah impor yang semakin menekan harga di tingkat petani,” jelas Mikdar.

Dengan adanya aturan baru yang menurunkan rafaksi menjadi 15 persen, pemerintah berharap tidak ada lagi praktik pembelian di bawah standar serta memberi kepastian bagi petani di seluruh daerah.


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk Gabung Channel WhatsApp Kaltim Expose Whatsapp Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan