KaltimExpose.com –  Gelombang demonstrasi yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia dalam beberapa waktu terakhir diyakini tak lepas dari kondisi ekonomi nasional. Salah satu faktor yang dianggap memicu keresahan publik adalah semakin lebarnya jurang ketimpangan antara si kaya dan si miskin.

Dilansir dari DetikFinace, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, gini ratio—indikator ketimpangan pendapatan—mengalami kenaikan dari 0,379 pada Maret 2024 menjadi 0,381 pada September 2024. Angka tersebut menunjukkan distribusi pendapatan di Indonesia semakin tidak merata.

“Di balik semua ini, kenapa masyarakat kita sangat impulsif terhadap apa yang terjadi, karena soal kesenjangan ekonomi,” kata ekonom senior Tauhid Ahmad dalam program detikSore, dikutip Jumat (5/9/2025).

Jurang Tabungan Makin Lebar

Salah satu indikator kesenjangan bisa dilihat dari data simpanan masyarakat yang dirilis Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pertumbuhan tabungan dengan saldo di bawah Rp100 juta justru melambat, sedangkan simpanan di atas Rp5 miliar terus meningkat tajam.

Tauhid menjelaskan, simpanan masyarakat di bawah Rp100 juta mengalami perlambatan pertumbuhan dari 26,3% pada periode Juli 2016–Juli 2019, menjadi hanya 11,9% pada Juli 2021–Juli 2024. Tabungan dengan saldo Rp100 juta–Rp200 juta juga menurun pertumbuhannya, dari 29,4% menjadi 13,3% pada periode yang sama.

Sebaliknya, tabungan di atas Rp5 miliar melonjak signifikan. Pada 2016–2019 pertumbuhannya sebesar 29,7%, lalu naik lebih tinggi menjadi 33,9% pada periode 2021–2024.

“Simpanan di bawah Rp100 juta makin turun, tapi di atas Rp5 miliar makin tinggi. Ini yang harus dilihat, apakah ada upaya jangka pendek untuk mengurangi hal tersebut,” jelas Tauhid.

Kelas Menengah Kian Tertekan

Tak hanya itu, kondisi kelas menengah Indonesia juga disebut kian memprihatinkan. Bank Dunia mencatat jumlah kelas menengah RI menyusut dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta jiwa pada 2024.

Menurut Tauhid, lemahnya daya beli kelompok ini disebabkan minimnya kebijakan konkret yang berpihak pada mereka. “Tidak ada upaya konkrit yang membantu daya beli kelas menengah. Apalagi soal pajak, seperti royalti musik, UMKM 0,5%, atau PPN. Ini yang sebaiknya ditinjau ulang untuk menggenjot daya beli mereka,” tegasnya.


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk Gabung Channel WhatsApp Kaltim Expose Whatsapp Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan