Budidaya Ikan Keramba di Bontang Terancam Penyakit dan Kualitas Air, Akademisi Paparkan Solusi

KaltimExpose.com, Bontang –Sebagai wilayah pesisir di Kalimantan Timur, Bontang memiliki potensi besar dalam pengembangan budidaya ikan, terutama melalui sistem Keramba Jaring Apung (KJA). Namun, keberlanjutan usaha ini masih dibayangi dua tantangan utama: serangan penyakit ikan dan penurunan kualitas air, yang saling berkaitan dan berpengaruh langsung pada produktivitas.
Dilansir dari Kaltim Post, Wakil Dekan I Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman (FPIK Unmul), Agustina, menjelaskan bahwa penyakit ikan di KJA dapat berasal dari bakteri, virus, parasit, maupun jamur. Infeksi bakteri seperti vibriosis dan aeromonasis dapat menyerang organ internal dan eksternal ikan. Virus seperti lymphocystis bersifat fatal, sedangkan parasit—termasuk protozoa, cacing, dan kutu ikan—sering menyerang insang dan kulit. Jamur biasanya menyerang ikan lemah atau stres, terutama pada bagian tubuh yang terluka.
Agustina menegaskan, serangan penyakit bisa bersifat akut, kronis, hingga menyebabkan kematian massal. Dampaknya mencakup penurunan nafsu makan, gangguan pertumbuhan, kerusakan organ vital, dan melemahnya sistem imun. Dari sisi ekonomi, kerugian meliputi investasi benih dan pakan yang hilang, biaya pengobatan meningkat, serta turunnya kualitas dan harga jual ikan. Lingkungan pun ikut terdampak akibat penggunaan antibiotik yang mencemari perairan dan potensi penyebaran patogen ke ikan liar.
Koordinator Program Studi Akuakultur FPIK Unmul, Andi Nikhlani, memaparkan lima strategi pengendalian penyakit pada budidaya ikan KJA laut: penerapan biosecurity, manajemen kualitas air, pengaturan padat tebar sesuai daya dukung, pemantauan kesehatan ikan rutin, serta pemberian pakan bergizi. Teknologi seperti PCR dan LAMP dimanfaatkan untuk diagnosis cepat, sementara pengembangan vaksin DNA, imunostimulan herbal, dan pemantauan digital berbasis IoT membantu mencegah wabah.
“Selain itu, analisis biomarker pada darah dan lendir ikan dapat mendeteksi stres lebih awal sebelum gejala klinis muncul,” ujarnya.
Ketua Jurusan Budidaya Perairan FPIK Unmul, Adi Susanto, menekankan pentingnya komunikasi antara akademisi dan pembudidaya. “Pembudidaya dapat menyampaikan kendala dan pengalaman sehingga permasalahan bisa dicari solusinya bersama,” tandasnya.
Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk Gabung Channel WhatsApp Kaltim Expose Whatsapp Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.