KaltimExpose.com, Jakarta –Kasus vonis bebas Ronald Tannur terus menyeret sejumlah nama besar di dunia peradilan. Terbaru, mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Rudi dijemput langsung dari Palembang, Sumatera Selatan, dan dibawa ke Jakarta pada Selasa (14/1/2025). Ia tiba di Bandara Halim Perdanakusuma tanpa memberikan satu kata pun kepada media, sebelum akhirnya ditahan di Rutan Salemba.

“Terhadap tersangka RS dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba,” ujar Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.

Dalam penggeledahan rumah Rudi, penyidik menemukan uang tunai dalam pecahan dolar Amerika Serikat (USD), dolar Singapura (SGD), dan rupiah, dengan total fantastis mencapai Rp 21 miliar. Rudi diduga menerima SGD 63 ribu untuk memastikan vonis bebas Ronald Tannur. Suap tersebut diterima dari pengacara Lisa Rahmat dan Erintuah Damanik.

Kejagung mengungkap kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus ini, termasuk panitera PN Surabaya bernama Siswanto. Berdasarkan kesaksian Erintuah Damanik, Siswanto diduga menerima SGD 10 ribu. Namun, penetapan tersangka menunggu kecukupan alat bukti.

Kasus ini berawal dari pembunuhan yang dilakukan Ronald Tannur terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti, yang membuatnya diadili pada 2024. Namun, ibu Ronald, Meirizka Widjaja, turun tangan dan meminta bantuan pengacara Lisa Rahmat untuk membebaskan anaknya. Lisa kemudian meminta uang Rp 1,5 miliar dan menemui mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, untuk mencari hakim yang dapat memberikan vonis bebas.

Hasilnya, Ketua PN Surabaya saat itu, Rudi Suparmono, menunjuk majelis hakim sesuai permintaan Lisa. Tiga hakim, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, diduga menerima suap dengan jumlah berbeda-beda. Sidang vonis pada 24 Juli 2024 memutuskan membebaskan Ronald dari seluruh dakwaan. Namun, keputusan tersebut memicu protes publik besar-besaran.

Pada 22 Oktober 2024, Mahkamah Agung (MA) menganulir vonis bebas Ronald dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara. Kejagung yang mencurigai adanya permainan di balik vonis ini kemudian menangkap tiga hakim PN Surabaya.

Erintuah Damanik didakwa menerima gratifikasi Rp 97,5 juta, SGD 32 ribu, dan RM 35.992,25. Heru Hanindyo juga menerima uang dalam berbagai mata uang asing, termasuk SGD 19.100, USD 18.400, dan Rp 104,5 juta. Begitu pula Mangapul yang menerima Rp 21,4 juta, SGD 6.000, dan USD 2.000.

Zarof Ricar, mantan pejabat MA yang menjadi perantara, ditangkap di Bali pada 24 Oktober 2024. Dalam penggeledahan, ditemukan uang tunai Rp 920 miliar dalam pecahan mata uang asing dan 51 kg emas senilai Rp 75 miliar.

Setelah penangkapan para hakim dan Zarof, Kejaksaan Tinggi Jatim bersama Kejari Surabaya menangkap Ronald Tannur di rumahnya pada 27 Oktober 2024. Ia langsung dieksekusi ke Lapas Surabaya untuk menjalani hukuman lima tahun penjara.

Hingga kini, ada tujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu:

  1. Hakim Erintuah Damanik
  2. Hakim Mangapul
  3. Hakim Heru Hanindyo
  4. Pengacara Lisa Rahmat
  5. Eks pejabat MA Zarof Ricar
  6. Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja
  7. Mantan Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono

Kasus ini menjadi sorotan besar masyarakat, mencerminkan kerentanan integritas di tubuh peradilan Indonesia.

 

Artikel ini telah tayang di detik.com.


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk, ikuti Saluran Whatsapp Kaltim Expose dan google news Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan