KaltimExpose.com, Jakarta –Pratikno, Menteri Sekretaris Negara Indonesia, menjadi sorotan publik setelah ia ditolak masuk ke kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM). Penolakan ini disertai dengan spanduk bertuliskan “Pratikno Dilarang Masuk” yang terpasang di Lantai 4 Gedung Fisipol pada 26 Agustus 2024, bertepatan dengan jeda acara podcast yang digelar oleh awak media di kampus tersebut. Aksi ini diduga kuat berkaitan dengan gelombang demonstrasi yang terjadi di sejumlah kota di Indonesia, yang dipicu oleh dorongan Baleg DPR untuk mengesahkan RUU Pilkada di Rapat Paripurna, meskipun keputusan tersebut dinilai mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Pratikno lahir di Bojonegoro, Jawa Timur, pada 13 Februari 1962. Ia adalah seorang akademisi yang telah mengabdi lama di Universitas Gadjah Mada (UGM). Pratikno memulai karier akademiknya sebagai pengajar di UGM sejak tahun 1986, setelah lulus dari program Sarjana Ilmu Pemerintahan di Fisipol UGM pada tahun 1985. Melanjutkan pendidikannya, Pratikno meraih gelar Master dari Department of Development Administration, University of Birmingham, Inggris, pada tahun 1991. Ia kemudian melanjutkan pendidikan doktoralnya di Department of Asian Studies, Flinders University of South Australia, dan berhasil menyelesaikan studi S3-nya pada tahun 1996.

Karier akademik Pratikno di UGM sangat cemerlang. Pada tahun 2001 hingga 2004, ia menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik di Fisipol UGM. Kemudian, pada tahun 2003, ia diangkat sebagai Direktur Program Pascasarjana Prodi Ilmu Politik dengan Konsentrasi Politik Lokal dan Otonomi Daerah. Keahlian dan kontribusinya di bidang politik lokal dan pemerintahan membuatnya dikenal sebagai salah satu akademisi terkemuka di Indonesia.

Pada tahun 2012, Pratikno terpilih sebagai Rektor UGM ke-14 dan menjabat hingga tahun 2017. Selama masa jabatannya, ia berfokus pada penguatan kualitas pendidikan dan penelitian di UGM, serta mendorong kolaborasi internasional yang lebih luas.

Pratikno tidak hanya berprestasi di dunia akademik, tetapi juga memiliki peran penting di pemerintahan. Sebelum menjadi Menteri Sekretaris Negara, Pratikno adalah anggota tim sinkronisasi pada Tim Transisi Jokowi-JK, yang bertugas menyelaraskan kebijakan dan program antara pemerintah yang akan datang dan yang akan berakhir. Berbekal pengalaman dan keahliannya dalam politik dan pemerintahan, Pratikno diangkat menjadi Menteri Sekretaris Negara oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2014 dan kembali dipercaya untuk posisi yang sama pada periode kedua pemerintahan Jokowi.

Sebagai Menteri Sekretaris Negara, Pratikno memiliki tugas penting dalam mendampingi Presiden dan mengelola administrasi negara. Ia juga terlibat dalam berbagai keputusan strategis pemerintah, termasuk dalam penunjukan dan pergantian pejabat tinggi negara. Meskipun demikian, beberapa kebijakan pemerintah yang kontroversial membuat posisinya kerap disorot publik.

Kontroversi terbaru yang melibatkan Pratikno terjadi ketika ia ditolak masuk ke kampus Fisipol UGM. Penolakan ini muncul di tengah suasana politik yang memanas akibat pengesahan RUU Pilkada yang dinilai mengabaikan putusan MK. Sebagai seorang mantan Rektor UGM, penolakan ini tentu menjadi berita besar. Banyak pihak menilai bahwa aksi tersebut merupakan simbol kekecewaan dan protes terhadap langkah-langkah pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada demokrasi.

Pemasangan spanduk “Pratikno Dilarang Masuk” di kampus tersebut menandai bentuk ketidakpuasan mahasiswa dan komunitas akademik terhadap peran Pratikno dalam pemerintahan. Sejumlah mahasiswa dan dosen menganggap bahwa sebagai mantan akademisi dan rektor, Pratikno seharusnya lebih peka terhadap aspirasi rakyat dan mempertimbangkan implikasi dari kebijakan pemerintah yang kontroversial.

Insiden ini memicu reaksi beragam dari berbagai kalangan. Beberapa pihak mengkritik tindakan penolakan tersebut sebagai bentuk tidak menghormati mantan rektor dan seorang pejabat negara. Di sisi lain, banyak yang memuji tindakan mahasiswa sebagai bentuk demokrasi dan kebebasan berpendapat yang harus dihargai di kampus sebagai ruang intelektual.

Seorang pengamat politik menilai bahwa penolakan ini tidak lepas dari peran Pratikno yang dianggap kurang berpihak pada keputusan-keputusan yang mendukung reformasi politik. “Sebagai akademisi dan intelektual, Pratikno harusnya lebih berpihak pada penguatan demokrasi. Penolakan ini adalah pesan bahwa kebijakan pemerintah, yang turut didukung Pratikno, tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi,” ujar pengamat tersebut.

Profil Pratikno yang dulunya dikenal sebagai akademisi cemerlang dan rektor dihormati, kini menghadapi tantangan besar dalam perannya sebagai Menteri Sekretaris Negara. Penolakan masuk ke kampus UGM mencerminkan bagaimana pergeseran pandangan publik terhadap dirinya, terutama di tengah situasi politik yang penuh gejolak. Ke depan, Pratikno dihadapkan pada tantangan untuk menjembatani perbedaan pandangan dan merangkul kembali dukungan dari berbagai kalangan, termasuk komunitas akademik yang pernah ia pimpin.

Artikel ini telah tayang di okezone.com.

 


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk, ikuti Saluran Whatsapp Kaltim Expose dan google news Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan