KaltimExpose.com, Jakarta –�Media sosial Indonesia tengah dihebohkan dengan munculnya tagar “peringatan darurat” sebagai bentuk reaksi keras masyarakat terhadap keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Keputusan DPR ini menimbulkan kontroversi luas, terutama karena dinilai menguntungkan kepentingan tertentu.
Pada Rabu, 21 Agustus 2024, MK memutuskan dua klausul penting yang mengatur syarat calon kepala daerah dalam Pilkada 2024. Pertama, MK menetapkan bahwa usia minimal calon gubernur adalah 30 tahun, dan calon bupati atau wali kota minimal 25 tahun pada saat pendaftaran. Keputusan ini merupakan hasil dari judicial review yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA) dengan termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU). MA sendiri sebelumnya mengabulkan syarat umur calon gubernur sebanyak 30 tahun pada saat pelantikan.
Namun, keputusan MK ini dianulir oleh Badan Legislasi DPR RI yang lebih memilih untuk mengikuti putusan MA. Langkah ini memicu spekulasi bahwa DPR bermaksud meloloskan Kaesang Pangarep, yang usianya belum mencapai 30 tahun pada saat pendaftaran calon kepala daerah terakhir pada 27 Agustus 2024.
Selain itu, DPR juga menetapkan syarat ambang batas dukungan partai politik atau gabungan partai politik yang ingin mendaftarkan calon kepala daerah. Syarat ini mensyaratkan bahwa partai atau gabungan partai harus memiliki setidaknya 20% dari jumlah kursi atau 25% suara sah dalam pemilihan umum DPRD. Aturan ini menutup peluang PDIP untuk mengajukan calon sendiri, kecuali mereka membentuk koalisi dengan partai lain. Keputusan ini menimbulkan kemarahan di kalangan pendukung PDIP yang sebelumnya merasa peluang mereka cukup terbuka dengan klausul ambang batas yang diputuskan oleh MK.
Menanggapi keputusan kontroversial DPR tersebut, warganet pun meluapkan kemarahannya melalui media sosial dengan memasang tagar “peringatan darurat”. Tagar ini dengan cepat menjadi viral, disertai dengan berbagai unggahan gambar dan video yang berlatar peristiwa 24 Oktober 1991, meskipun konten tersebut sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan kejadian tersebut.
Tagar ini menjadi simbol perlawanan masyarakat terhadap apa yang mereka anggap sebagai tindakan sewenang-wenang dari DPR. Beberapa narasi yang muncul di media sosial menggambarkan adanya makhluk misterius yang berkeliaran, atau anomali yang dideteksi oleh pemerintah, yang pada dasarnya adalah metafora untuk menunjukkan ketidaksetujuan mereka terhadap keputusan DPR.
Namun, perlu dicatat bahwa banyak video yang beredar terkait “peringatan darurat” ini ternyata adalah hoax. Salah satu video yang viral di TikTok, misalnya, menggunakan tayangan meniru sistem darurat jalan raya (Emergency Road System, atau EAST) yang biasa muncul di TV Jepang saat terjadi bencana besar, seperti gempa atau tsunami. Tayangan tersebut tidak pernah terjadi di Indonesia, apalagi di era Orde Baru, dan hanya digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan kekhawatiran masyarakat terhadap situasi politik yang berkembang.
Kemarahan publik terhadap keputusan DPR ini menunjukkan ketidakpuasan yang meluas terhadap institusi tersebut, khususnya dalam hal penegakan hukum dan demokrasi. Banyak yang melihat keputusan DPR untuk menganulir putusan MK sebagai bentuk kesewenang-wenangan dan upaya untuk menjaga kepentingan tertentu dalam politik nasional. Reaksi keras di media sosial, termasuk munculnya tagar “peringatan darurat”, mencerminkan keresahan masyarakat yang semakin meningkat terhadap proses politik yang tidak transparan.
Artikel ini telah tayang di bisnis.com.
Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk, ikuti Saluran Whatsapp Kaltim Expose dan google news Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.