Pindahnya ibu kota negara dari Jakarta ke Pulau Kalimantan, sudah diramalkan para tetua suku di zaman Kesultanan Paser. Cerita itu muncul saat periode Sie Penggawa atau periode Sembilan Penggawa, sekira medio 1300-an.
KaltimExpose.com, Tana Paser –�BOLA mata Musa berkaca-kaca. Di depan televisi layar datar, Ketua Lembaga Adat Suku Paser –Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU)– itu seolah tak percaya. Di depannya, Presiden Joko Widodo mengumunkan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan Kabupaten PPU. Momentum itu diingat Musa terjadi pada 26 Agustus 2019 lalu.
Kegembiraan menyelimuti hati Musa. Bergegas dia kemudian menemui para tetua suku Paser yang masih hidup hingga kini. Namun, kegembiraan Musa mendadak diliputi keheranan; para tetua suku Paser tidak kaget mendengar kabar itu.
Usut punya usut, kabar pindahnya ibukota negara sudah diramalkan sejak lama. Para tetua suku Paser –sejak ratusan tahun lalu– telah menubuatkan kabar jika kelak wilayah Nagri (Negeri) Paser akan menjadi ibu kota besar dan makmur. “Nubuat (ramalan, Red.) itu disampaikan melalui sempuri (cerita rakyat, Red.) yang diturunkan secara lisan dan turun-temurun,” katanya, seperti dikutip Kaltim Expose dari Detik.
Selain nubuat, sejarah Suku Paser juga cukup menarik untuk disimak. Dalam banyak kesempatan, Suku Paser selalu diidentikan dengan Suku Dayak yang meninggali pulau Kalimantan. Namun, Musa menolak hal itu. Menurutnya, meski secara kebudayaan serumpun, namun secara sejarah peradaban dan kebangsaan, Suku Paser berdiri secara mandiri.
“Soal apakah suku Paser bagian dari suku Dayak, memang masih perdebatan. Tapi menurut kami dan tetua-tetua kami, baik itu di kesultanan kami atau pada panglima-panglima kami terdahulu, suku Paser asli tidak ada dayak-dayaknya. Memang secara kebudayaan serumpun, tapi secara kebangsaan kami berdaulat,” beber Musa.
Soal pemindahan IKN ke Kabupaten PPU, masyarakat adat suku Paser pada prinsipnya setuju dan mendukung. Hanya saja perlu komunikasi terlebih dahulu antara Pemerintah Pusat dan masyarakat adat suku Paser agar ke depan setelah ibu kota berdiri bisa aman dan kondusif.
Selama ini, ungkap Musa, perhatian Pemerintah Pusat kepada masyarakat adat selalu dinomorduakan. Oleh sebab itu, sebelum ibu kota negara pindah, Musa berharap agar keinginan masyarakat adat untuk memiliki hutan adat bisa untuk dipenuhi.
Permintaan soal hutan adat ini, terang Musa, memang tertuang dalam maklumat hasil Kongres Masyarakat Adat Paser. Dalam Maklumat itu ada beberapa poin rekomendasi yang dimintakan kepada Pemerintah Pusat.
Di antaranya, Masyarakat Adat Suku Paser meminta kepada Presiden untuk segera mengesahkan Undang-Undang (UU) pengakuan dan perlindungan adat. Mereka juga meminta kepada Pemerintah Pusat dan daerah untuk segera memfasilitasi pemetaan wilayah adat di Kabupaten PPU terutama di daerah calon ibu kota negara. (fai)
Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk, ikuti Saluran Whatsapp Kaltim Expose dan google news Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.