KaltimExpose.com, Jakarta –Mahkamah Konstitusi (MK) telah resmi menghapus aturan presidential threshold sebesar 20% kursi DPR, yang selama ini menjadi syarat partai politik untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Aturan ini sebelumnya diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, yang menyebutkan bahwa pasangan calon hanya bisa diusulkan oleh partai atau gabungan partai dengan perolehan minimal 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional.

Keputusan MK ini merupakan hasil gugatan empat mahasiswa dari Yogyakarta dan diumumkan pada Kamis (2/1) di Jakarta Pusat. Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa Pasal 222 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Dengan putusan ini, semua partai politik peserta Pemilu memiliki hak setara untuk mengajukan pasangan capres-cawapres tanpa terhalang persyaratan ambang batas suara.

“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tegas Suhartoyo.

Wakil Ketua MK Saldi Isra menyoroti bahwa aturan threshold ini sebelumnya justru mempersempit peluang partai-partai kecil dan berpotensi menciptakan dominasi partai besar dalam pengusungan capres. Saldi juga menyebut adanya risiko hanya muncul dua calon atau bahkan calon tunggal, yang dapat memperburuk polarisasi di masyarakat.

“Bahkan jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal,” tambahnya.

Selain itu, MK juga menekankan pentingnya merevisi UU Pemilu agar pengusulan pasangan calon tidak lagi didasarkan pada persentase kursi DPR atau suara nasional, namun tetap memperhatikan mekanisme sanksi bagi partai yang tidak mengajukan calon.

Namun, keputusan ini tidak sepenuhnya bulat. Dua hakim, yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic P Foekh, menyampaikan dissenting opinion, yang menunjukkan adanya perbedaan pandangan di internal MK terkait penghapusan aturan tersebut.

Dengan perubahan ini, Pemilu mendatang berpotensi lebih kompetitif karena setiap partai politik, tanpa memandang besar atau kecilnya, memiliki kesempatan untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden, membuka peluang lebih banyak alternatif bagi pemilih.

 

Artikel ini telah tayang di detik.com.


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk, ikuti Saluran Whatsapp Kaltim Expose dan google news Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan