KaltimExpose.com –Limfedema adalah kondisi kronis yang sering kali diabaikan dalam dunia medis. Meski tidak memandang jenis kelamin, usia, atau latar belakang sosial ekonomi, penyakit ini sering menjadi konsekuensi pengobatan kanker seperti pembedahan atau radioterapi. Bahkan, limfedema memengaruhi 250 juta orang di seluruh dunia, dengan jutaan pasien di Inggris dan Amerika Serikat.

Apa Itu Limfedema?
Limfedema adalah pembengkakan akibat gangguan pada sistem limfatik, yaitu jaringan dalam tubuh yang berfungsi menjaga keseimbangan cairan dan kekebalan tubuh. Ketika sistem limfatik rusak, cairan limfa menumpuk, menyebabkan pembengkakan yang sering kali menyakitkan dan melemahkan mobilitas.

Kondisi ini dapat bersifat:

  • Primer: Genetik, dialami sejak lahir.
  • Sekunder: Akibat cedera, obesitas, infeksi, atau pengobatan kanker.

Tantangan Pasien Limfedema
Pasien menghadapi tantangan fisik, psikologis, dan sosial ekonomi. Tidak hanya kehilangan mobilitas, mereka juga rentan terhadap komplikasi seperti selulitis—infeksi kulit yang dapat berujung pada sepsis.

Kurangnya pendidikan tentang sistem limfatik di sekolah kedokteran memperburuk keadaan, membuat banyak dokter tidak mampu mendiagnosis atau menangani kondisi ini dengan benar.

Kasus Pasien
Katherine Wang, seorang peneliti di Inggris, terinspirasi oleh pengalaman pamannya yang menderita limfedema parah. Kondisi ini merampas mobilitas dan menyebabkan rasa sakit luar biasa. “Sistem medis terlalu sering mengabaikan limfedema, menganggapnya bukan prioritas,” ujarnya.

Pendekatan Pengelolaan
Meski tidak ada obat, pengelolaan limfedema melibatkan:

  1. Terapi Manual: Pijat limfatik untuk meningkatkan aliran cairan.
  2. Kompresi: Menggunakan perban atau kaus kaki kompresi.
  3. Perangkat Medis: Teknologi baru sedang dikembangkan untuk meredakan nyeri dan pembengkakan.
  4. Edukasi: Mengajarkan pasien tentang pengelolaan diri yang efektif.

Namun, akses terhadap perawatan sering kali terbatas. Di Inggris, hanya ada lima spesialis limfedema, sementara di AS, asuransi sering tidak menanggung perawatan ini.

Penelitian menunjukkan bahwa perawatan dini dapat mengurangi komplikasi hingga 94% dan menghemat biaya layanan kesehatan. Namun, dengan kurangnya dana dan penelitian, banyak pasien masih merasa terabaikan.

Aktivis seperti Matt Hazledine dan Amy Rivera membangun organisasi untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan dukungan. “Anda tidak sendirian,” kata Hazledine, yang juga seorang penyintas limfedema.

Limfedema adalah pandemi yang terabaikan, tetapi dengan pendidikan, dukungan, dan perawatan yang tepat, pasien dapat hidup dengan baik. Kisah mereka yang melawan stigma dan ketidakpedulian menunjukkan bahwa perubahan adalah mungkin. Peningkatan kesadaran dan pendanaan harus menjadi prioritas agar jutaan pasien limfedema tidak lagi merasa ditinggalkan.

 

Artikel ini telah tayang di bbc.com.


Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk, ikuti Saluran Whatsapp Kaltim Expose dan google news Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.

Iklan