KaltimExpose.com –�Wacana libur panjang selama Ramadan hingga satu bulan, seperti yang diterapkan di beberapa pondok pesantren, kini menjadi pembahasan serius jika diterapkan di sekolah umum. Wakil Menteri Agama RI, Muhammad Syafi’i, mengemukakan ide tersebut pada 30 Desember 2024, namun sejumlah akademisi mengingatkan potensi dampaknya terhadap pendidikan.
Rab’ul Habibi, akademisi Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris, menilai bahwa meskipun tujuan kebijakan ini untuk memberi siswa waktu beribadah dan istirahat lebih fokus, ada beberapa risiko yang harus diantisipasi.
Keseimbangan Ibadah dan Pendidikan
Habibi menyebutkan bahwa meski Ramadan adalah bulan penting bagi umat Islam, libur panjang hingga sebulan dapat mengganggu proses belajar. “Kehilangan satu bulan pembelajaran bisa berdampak signifikan, terutama bagi siswa yang menghadapi ujian,” ungkapnya, Sabtu (4/1).
Solusi yang dia usulkan adalah memperpendek libur atau mengintegrasikan pembelajaran daring, sehingga siswa tetap dapat menjalani kegiatan keagamaan sekaligus melanjutkan pendidikan.
Kondisi Daerah dan Infrastruktur
Habibi menekankan perlunya kebijakan fleksibel yang mempertimbangkan kesenjangan infrastruktur pendidikan di berbagai wilayah. Daerah dengan akses internet memadai dapat melaksanakan pembelajaran daring selama libur. Namun, bagi daerah terpencil, kebijakan seragam justru bisa memperbesar ketertinggalan siswa.
“Penting untuk menyesuaikan kebijakan libur berdasarkan kondisi fasilitas dan akses pendidikan di masing-masing wilayah,” katanya.
Risiko Ketertinggalan Materi
Ketertinggalan materi menjadi salah satu masalah utama yang ditekankan Habibi. Hal ini terutama berdampak pada siswa tingkat akhir yang mempersiapkan ujian, maupun siswa yang sudah kesulitan memahami materi.
Ia menyarankan pembelajaran daring atau hybrid sebagai alternatif untuk menghindari gangguan proses belajar. “Walaupun daring bukan solusi sempurna, ini bisa memastikan siswa tetap mendapatkan materi yang diperlukan tanpa kehilangan momentum belajar,” lanjutnya.
Peran Orang Tua dan Guru Selama Libur
Habibi menyoroti pentingnya peran aktif orang tua dan guru dalam mengawasi siswa selama libur panjang. Tanpa pengawasan, siswa lebih rentan teralihkan oleh aktivitas non-akademis, seperti bermain game atau menonton televisi.
“Pemerintah bisa membantu dengan memberikan panduan atau materi belajar yang dapat digunakan selama libur Ramadan,” jelasnya.
Kebutuhan Fleksibel Siswa
Habibi menutup dengan menegaskan bahwa setiap siswa memiliki kebutuhan belajar yang berbeda. Sekolah dapat menyediakan opsi tambahan seperti kelas bimbingan, kegiatan ekstrakurikuler, atau program belajar mandiri selama Ramadan.
“Kebijakan yang fleksibel dan adaptif akan membantu menjaga keseimbangan antara kebutuhan ibadah dan pendidikan siswa,” pungkasnya.
Wacana libur panjang Ramadan di sekolah umum memerlukan pertimbangan mendalam untuk memastikan dampaknya positif bagi siswa. Melalui solusi seperti pembelajaran daring, kebijakan fleksibel, dan peran aktif orang tua, libur Ramadan bisa tetap mendukung proses pendidikan tanpa mengorbankan kesempatan ibadah.
Artikel ini telah tayang di jawapos.com.
Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk, ikuti Saluran Whatsapp Kaltim Expose dan google news Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.