KaltimExpose.com –�Indonesia mencetak kemenangan penting dalam sengketa dagang sawit melawan Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa WTO (DSB WTO). Keputusan ini menjadi tonggak penting melawan diskriminasi dagang berbasis isu lingkungan.
Laporan hasil putusan Panel WTO (panel report), yang dirilis pada 10 Januari 2025, menyatakan bahwa Uni Eropa terbukti melakukan diskriminasi terhadap biofuel berbahan baku kelapa sawit asal Indonesia.
Menurut Panel, Uni Eropa memberikan perlakuan kurang menguntungkan terhadap produk sawit dibandingkan produk sejenis dari Eropa seperti rapeseed dan bunga matahari, serta kedelai dari negara lain. Selain itu, kebijakan Uni Eropa terkait high ILUC-risk (alih fungsi lahan berisiko tinggi) dan prosedur sertifikasi low ILUC-risk dalam Renewable Energy Directive (RED) II dinilai melanggar aturan WTO.
Menteri Perdagangan Budi Santoso menyatakan apresiasinya terhadap putusan ini.
“Pemerintah Indonesia menyambut baik Putusan Panel WTO. Ini menjadi dasar agar Uni Eropa tidak sewenang-wenang memberlakukan kebijakan diskriminatif. Kami harap negara mitra lainnya tidak menerapkan kebijakan serupa yang menghambat perdagangan global,” ujarnya, Jumat (17/1/2025).
Keberhasilan ini juga menunjukkan komitmen kuat pemerintah dalam melindungi sektor kelapa sawit, yang merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia di pasar internasional.
Gugatan Indonesia terhadap Uni Eropa dimulai pada Desember 2019 dengan nomor kasus DS593. Gugatan ini mencakup kebijakan RED II, Delegated Regulation Uni Eropa, dan kebijakan pembatasan biofuel sawit Prancis, seperti:
- Pembatasan konsumsi biofuel berbahan sawit hingga 7%.
- Penetapan kriteria high ILUC-risk.
- Penghentian bertahap penggunaan biofuel sawit (phase-out).
Keputusan WTO bersifat mengikat jika tidak ada keberatan dalam 20-60 hari setelah dirilis. Uni Eropa diwajibkan menyesuaikan kebijakan mereka agar sesuai dengan rekomendasi WTO.
Pemerintah Indonesia berencana memonitor perubahan regulasi Uni Eropa secara ketat dan akan meminta evaluasi kepatuhan (compliance panel) jika diperlukan. Secara paralel, Indonesia terus membuka akses pasar kelapa sawit melalui forum perundingan global.
Indonesia juga memperkuat kolaborasi dengan Malaysia untuk melawan diskriminasi sawit. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa kedua negara sepakat mengatasi kebijakan Uni Eropa melalui misi bersama dan memperkuat posisi melalui Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC).
Selain mengupayakan perubahan kebijakan di Uni Eropa, kedua negara akan menjalin hubungan dengan pasar strategis seperti India dan Honduras untuk memperluas pengakuan terhadap sertifikasi keberlanjutan sawit ISPO dan MSPO.
“Kami akan melakukan misi bersama ke Uni Eropa untuk mengomunikasikan kebijakan sawit dan mencari pendekatan kolaboratif,” ujar Airlangga. “Setelah itu, kami juga akan melawat ke India untuk memanfaatkan peluang pasar potensial.”
Keberhasilan Indonesia di WTO bukan hanya kemenangan hukum, tetapi juga simbol perjuangan melawan diskriminasi perdagangan berbasis isu lingkungan. Dengan mengandalkan kerja sama strategis dan sertifikasi keberlanjutan, Indonesia berupaya memperkuat posisi sawit di pasar global dan melindungi jutaan pekerja yang menggantungkan hidup pada sektor ini.
Artikel ini telah tayang di liputan6.com.
Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk, ikuti Saluran Whatsapp Kaltim Expose dan google news Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.