KaltimExpose.com, Jakarta –�Indonesia saat ini tengah mengalami fenomena deflasi selama tiga bulan berturut-turut. Deflasi ini dianggap sebagai sinyal pelemahan daya beli masyarakat yang semakin mengkhawatirkan.
Nauroh, seorang pekerja lepas di bidang pendidikan anak di Jakarta, merasakan langsung dampaknya. Meski telah menabung cukup lama, rencana Nauroh untuk membeli sepeda motor tahun ini terpaksa ditunda. “Sebetulnya butuh banget beli kendaraan,” ujar Nauroh, Minggu (4/8/2024).
Penjualan kendaraan bermotor di Indonesia juga menunjukkan penurunan signifikan. Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia mencatat penjualan sepeda motor domestik sepanjang Januari-Mei 2024 turun 1,78 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, menjadi 2,65 juta unit. Sementara itu, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia melaporkan penjualan mobil turun 21 persen secara tahunan, menjadi 334.969 unit pada periode yang sama.
Penurunan penjualan kendaraan bermotor ini mencerminkan daya beli masyarakat yang semakin melemah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi bulanan pada Juli 2024 sebesar 0,18 persen, lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 0,08 persen. Pada Mei 2024, deflasi tercatat sebesar 0,03 persen.
Indeks Harga Konsumen (IHK) juga turun dari 106,28 pada Juni 2024 menjadi 106,09 pada Juli 2024. Kelompok pengeluaran penyumbang deflasi terbesar adalah makanan, minuman, dan tembakau, dengan deflasi 0,97 persen yang memberikan andil deflasi sebesar 0,28 persen.
Komoditas utama penyumbang deflasi pada kelompok ini adalah bawang merah, cabai merah, tomat, dan daging ayam ras, dengan andil masing-masing sebesar 0,11 persen, 0,09 persen, 0,07 persen, dan 0,04 persen. Deflasi yang terjadi terus-menerus memunculkan kekhawatiran terhadap daya beli masyarakat.
Selain deflasi, penurunan daya beli masyarakat juga terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menurun dalam beberapa bulan terakhir. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia mencatat IKK pada April 2024 sebesar 127,7, turun menjadi 125,2 pada Mei, dan kembali melemah menjadi 123,3 pada Juni.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menyatakan bahwa penurunan daya beli masyarakat sudah terlihat sejak awal tahun. Penurunan permintaan pasar ini berpotensi meningkatkan tingkat pengangguran karena produsen merespons dengan memperlambat produksi, yang berujung pada penurunan penyerapan tenaga kerja atau bahkan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Faktor lain yang memperburuk situasi adalah maraknya barang impor dari Cina. Cina yang mengalami oversupply barang harus mengirim barang ke luar negeri untuk mengurangi beban dalam negeri, yang memberikan tekanan hebat pada industri dalam negeri Indonesia. Tingkat utilisasi produksi Indonesia pun menurun hingga di bawah 60 persen.
Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik J. Rachbini, menilai deflasi beruntun ini sebagai tanda pengelolaan ekonomi yang tidak memadai. Menurutnya, deflasi merupakan gejala konsumen yang tidak bisa mengonsumsi barang dengan wajar atau setidaknya menunda konsumsinya. Deflasi yang terjadi sekarang dapat menimbulkan dampak negatif yang luas terhadap perekonomian jika kebijakan makro dan sektor riil tidak segera ditangani.
Didik juga memperingatkan tentang risiko resesi jika deflasi terus berlanjut. Penurunan harga menyebabkan berkurangnya aktivitas ekonomi dan membuat harga semakin jatuh, yang pada akhirnya membuat dunia usaha menunda atau membatalkan rencana investasi.
Sementara itu, Bank Indonesia mengklaim deflasi terjadi karena pemerintah berhasil mengendalikan harga komoditas pangan. Asisten Gubernur Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono, menyatakan bahwa inflasi volatile food tetap terkendali berkat sinergi tim pengendali inflasi pusat dan daerah melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan di berbagai daerah.
Erwin juga menegaskan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hasil survei BI pada Juni 2024 masih berada pada level optimis. “Kuatnya keyakinan konsumen didorong oleh keyakinan terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi terhadap kondisi ekonomi ke depan yang tetap optimistis,” ujar Erwin.
Sumber Tempo.co.
Update Berita Kaltim gak harus ribet! Yuk, ikuti Saluran Whatsapp Kaltim Expose dan google news Kaltim Expose untuk dapetin informasi terbaru dengan cara yang mudah dan menyenangkan.